Reporter: Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Menjelang tutup tahun, premi risiko investasi di Indonesia naik. Ini tercermin dari credit default swap (CDS) yang naik. Kamis (5/12), CDS Indonesia tenor lima tahun naik 0,46% menjadi 236,88 dibanding sehari sebelumnya. Dalam sebulan terakhir, CDS tenor lima tahun meningkat 5,73%. Sementara, CDS Indonesia tenor 10 tahun naik 0,28% menjadi 311,97. Jika dihitung dalam sebulan, CDS tenor ini naik 1,71%.
CDS naik karena pasar surat utang domestik tertekan. Lihat saja, harga surat utang negara (SUN) acuan alias benchmark, kemarin, kompak terkoreksi. Harga SUN seri FR0063 tergerus 0,26% dibanding sehari sebelumnya menjadi 81,15. Akibatnya, yield SUN tenor 10 tahun ini naik menjadi 8,58%.
Harga SUN seri FR0064 susut 0,16% dibanding hari sebelumnya menjadi 76,45. Ini memicu kenaikan yield surat utang bertenor 15 tahun ini menjadi 9,09%. Harga SUN seri benchmark lainnya yaitu FR0065 mencatatkan penurunan harga 0,14% menjadi 76,93. Yield surat utang dengan tenor 20 tahun ini naik 0,16% menjadi 9,19%. Sementara, harga SUN seri FR0066 turun 0,10% menjadi 89,45 dan yield SUN dengan tenor lima tahun tersebut naik 0,38% menjadi 8,13%.
I Made Adi Saputra, analis NC Securities menjelaskan, dari faktor domestik, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan defisit secara year to date (ytd), meski menorehkan surplus sepanjang bulan Oktober 2013. Selain itu, pelemahan rupiah juga menekan pasar obligasi. “Jika kurs rupiah terus melemah, pelaku pasar akan berspekulasi BI rate akan kembali dinaikkan pada rapat dewan gubernur Bank Indonesia (BI), bulan ini,” ujar Made.
Tapi, BI juga akan menghentikan kenaikan BI rate apabila sudah terlampau tinggi. Sebab, suku bunga acuan yang terlalu tinggi berakibat kontraproduktif bagi pertumbuhan ekonomi.
Tekanan sudah terbatas
Dari faktor eksternal, pelaku pasar tengah menanti keputusan The Federal Reserve (The Fed) terkait kebijakan stimulus moneter AS. Apabila percepatan pemangkasan stimulus tidak jadi dilakukan tahun ini, maka dollar AS akan tertekan sehingga rupiah berpeluang menguat. Kondisi ini akan berimbas pada penguatan pasar SUN.
Analis Millenium Danatama Asset Management, Desmon Silitonga berpendapat, meski rupiah terus melemah, ini belum berdampak signifikan pada kepemilikan asing di surat utang negara. Menurut dia, asing masih bertahan pada surat utang jangka panjang. Sebaliknya, pelepasan kepemilikan cenderung dilakukan oleh investor lokal.
Sementara, BI masih mengoleksi surat utang dengan tenor menengah pendek. “Menjelang akhir tahun, institusi biasanya akan melakukan window dressing dengan rebalancing portofolio. Sentimen ini cukup positif bagi pasar SUN dan dapat menurunkan yield,” ungkap Desmon.
Desmon bilang, ada dua hal yang akan menentukan pergerakan harga SUN ke depan. Pertama, rapat Bank Indonesia 12 Desember 2013. Kalau BI rate kembali naik, maka harha SUN seri acuan berpotensi melanjutkan koreksi. Kedua, hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC). Pada momen ini, The Fed akan mengumumkan apakah akan melakukan pemangkasan stimulus atau tidak. Jika pemangkasan dilakukan maka akan terjadi capital outflow yang berbuntut tekanan pada pasar SUN.
Desmon menduga, yield SUN akan terkerek antara 25 basis poin-75 basis poin seandainya BI kembali menaikkan suku bunga acuan. Sementara prediksi Made, yield SUN dengan tenor 10 tahun berpeluang naik hingga kisaran level 8,75% jika BI rate naik. Tapi, jika BI rate tetap dipertahankan di level 7,5% maka yield seri SUN 10 tahun berpotensi kembali ke level 8,5% hingga akhir tahun.
Dengan asumsi kembali ada kenaikan BI rate, yield SUN seri FR0064 diperkirakan menyentuh level 9,15%-9,20% hingga akhir tahun ini. Imbal hasil SUN seri FR0065 akan di kisaran 9,25%-9,30%. Sementara, yield SUN seri FR0066 bergerak antara 8,20%-8,30%. “Sebenarnya, tekanan pada SUN sudah relatif terbatas,” tandas Made.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News