Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sejumlah emiten tengah mempersiapkan diri untuk melakukan pencarian dana di pasar tahun depan baik lewat pasar saham maupun pasar obligasi. PT Rimo Internasional Lestari Tbk (RIMO) misalnya berencana melakukan right issue sebesar Rp 7,52 triliun dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) berniat menerbitkan surat utang sekitar Rp 7 triliun tahun depan.
Sejumlah analis menilai, kondisi pasar saham dan pasar obligasi tahun depan akan lebih baik dibanding tahun ini. Sehingga pencarian penerbitan saham maupun surat utang akan lebih prospektif karena serapan pasar pasti lebih baik.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri memperkirakan pasar saham saham dan pasar obligasi tahun depan akan lebih stabil seiring dengan peningkatan realiasi proyek infrastruktur pemerintah dan rupiah akan lebih stabil pasca The Fed menaikkan suku bunga.
Menurutnya, kenaikan Fed rate akan dilakukan secara bertahap. Efeknya terhadap nilai tukar hanya besar ketika saat kenaikan pertama dan kedua. Sedangkan kenaikan selanjutnya tidak akan terlalu direspon pasar. "Oleh karena itu rupiah akan stabil dan BI berpeluang turunkan suku bunga 50 bps-75 bps," jelasnya.
Hans memandang penurunan BI rate tersebut akan berdampak positif terhadap pasar obligasi sehingga serapan pasar terhadap surat utang tahun depan akan lebih baik. Prediksinya, BI rate akan dilakukan pada kuartal II 2016.
Seiring dengan stabilnya nilai tukar, lanjut Hans, maka pasar saham juga akan lebih positif. Namun, dia melihat pasar saham juga masih akan menghadapai tantangan dari ekonomi global. Jika ekonomi Cina terus melambat maka komoditas akan semakin merosot.
Terlepas dari tantangan tersebut, Hans masih optimis IHSG tahun depan lebih baik dikisaran 5.800- 6.100.
Senada, David Nathanael, analis First Asia Capital juga memandang prospek pasar saham dan obligasi tahun depan akan lebih positif. Perkiraannya, IHSG akan berada di level 5.100 tahun depan.
Menurutnya, tantangan pasar saham selanjutnya adalah perang moneter yang akan menyebabkan nilai tukar masih akan terus berfluktuasi. "Komoditas sudah anjlok. Nanti bank sentral setiap kawasan akan berlomba mengeluarkan kebijakan moneter untuk membuat nilai tukar mereka lebih menarik bagi investor," jelasnya.
Namun, David optimis BI akan tetap bisa mengatasi perang moneter tersebut dengan berbagai kebijakan agar rupiah tidak terlalu berfluktuasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News