Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian di pasar obligasi Indonesia mempengaruhi realisasi lelang surat berharga negara (SBN) sepanjang kuartal III 2018. Nilai penawaran yang masuk pada lelang SBN pun berangsur-angsur menurun.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, penawaran yang masuk pada lima kali lelang SBN di bulan Juli 2018 berjumlah Rp 125,44 triliun. Angka ini kemudian berkurang menjadi Rp 119,34 triliun di bulan Agustus 2018 seiring jumlah lelang SBN yang hanya digelar empat kali.
Frekuensi pelaksanaan lelang yang sama berlangsung di bulan September 2018. Namun, nilai penawaran yang masuk lagi-lagi turun menjadi Rp 107,10 triliun.
Penurunan nilai penawaran yang masuk pada lelang SBN turut mempengaruhi daya serap pemerintah. Dalam tiga bulan terakhir, dana yang mampu diserap pemerintah melalui lelang terus menyusut. Secara berturut-turut dari bulan Juli, Agustus, dan September 2018, pemerintah meraup dana senilai Rp 64,13 triliun, Rp 47,93 triliun, dan Rp 45,91 triliun dari lelang SBN.
Alhasil, nilai penerbitan SBN di kuartal III 2018 melalui lelang hanya mencapai Rp 157,97 triliun atau lebih rendah dari target sebesar Rp 181 triliun.
Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra mengatakan, sentimen negatif yang menekan kinerja pasar obligasi Indonesia seperti tren kenaikan yield surat utang negara (SUN) dan depresiasi rupiah membuat minat investor untuk mengikuti lelang di pasar primer berkurang.
Dia juga menilai, dalam beberapa bulan terakhir lelang SBN cenderung lebih diramaikan oleh investor lokal yang memiliki kebutuhan pendanaan jangka panjang. “Investor asing masih ragu melakukan akumulasi secara agresif lewat lelang karena kurs rupiah rentan terkoreksi,” ujarnya, Jumat (28/9).
Permintaan yield dari para investor pun masih tergolong tinggi untuk mengompensasi tren kenaikan yield SUN sekaligus pelemahan nilai tukar rupiah. Tidak hanya itu, para investor juga memanfaatkan posisi pemerintah yang sedang membutuhkan dana besar sehingga permintaan yield tinggi sulit dihindari.
Hal ini justru membuat lelang SBN di kuartal III terlihat kurang kompetitif bila dibandingkan kondisi di awal-awal tahun. “Pemerintah seperti memaksa mengejar target penerbitan SBN di saat kondisi pasarnya sedang tidak stabil,” kata Made.
Selain meminta yield tinggi, gejolak di pasar obligasi juga membuat sebagian besar investor menghindari risiko pada seri-seri bertenor panjang. Terlebih lagi, spread antara seri bertenor 5 tahun dengan tenor 10 tahun kian menipis. Alhasil, seri-seri bertenor pendek terus menjadi primadona bagi para investor ketika mengikuti lelang.
Kondisi seperti ini juga terbilang serba sulit bagi pemerintah. Research Analyst Capital Asset Management, Desmon Silitonga berpendapat, ketika banyak investor membeli SBN bertenor pendek melalui lelang, sebenarnya hal tersebut bisa mengurangi beban cost of fund pemerintah untuk pembayaran kupon SBN bertenor panjang.
Namun, di sisi lain beban refinancing atas utang-utang jangka pendek pemerintah juga semakin besar akibat para investor lebih memprioritaskan pembelian SBN bertenor pendek. Hal ini turut mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam menyerap dana melalui lelang SBN. “Makanya akhir-akhir ini pemerintah rajin melakukan private placement agar target penerbitan SBN tetap tercapai,” imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News