kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.835   -95,00   -0,60%
  • IDX 7.500   8,47   0,11%
  • KOMPAS100 1.161   1,37   0,12%
  • LQ45 919   -1,23   -0,13%
  • ISSI 227   1,12   0,50%
  • IDX30 473   -1,49   -0,31%
  • IDXHIDIV20 571   -1,71   -0,30%
  • IDX80 133   0,12   0,09%
  • IDXV30 141   0,37   0,26%
  • IDXQ30 158   -0,30   -0,19%

Pasar Menanti Aturan Baru Pajak Reksadana


Senin, 01 Desember 2008 / 08:53 WIB
Pasar Menanti Aturan Baru Pajak Reksadana


Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Para investor reksadana mesti bersiap menerima keuntungan lebih kecil. Tahun depan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan mengenakan pajak penghasilan (PPh) final atas reksadana dan memajaki keuntungan obligasi reksadana. Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang PPh final reksadana ini sudah berada di meja Menteri Keuangan (Menkeu).

Direktur Perpajakan II Ditjen Pajak Djonifar Abdul Fatah mengatakan, pemberlakuan Peraturan Pemerintah tersebut tinggal menunggu keputusan Menkeu. "Mungkin akan diputuskan bulan ini, karena pengenaannya akan mulai dilakukan bulan Januari 2009," ujar Djonifar, kemarin (30/11).

Hanya saja, besaran pajak  final itu belum pati. Begitu pula,   tarif pajak atas imbal hasil yang diperoleh produk reksadana di pasar obligasi masih belum jelas. Padahal, besaran pajak ini bakal menentukan keuntungan investor akan terpangkas.

Djonifar menolak membeberkan berapa tepatnya besaran pajak yang bakal dibebankan pada produk reksadana yang memiliki surat utang atau obligasi sebagai portofolionya. Yang jelas, Ditjen Pajak telah berkoordinasi dengan semua pihak yang terkait, termasuk dengan Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia (APRDI). "Masukan-masukan  mereka juga menjadi bahan pertimbangan" ujar Djonifar yang juga merupakan salah satu anggota tim perumus PP PPh Final Reksadana.

Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Ahmad Fuad Rahmany juga menegaskan,  investor reksadana tidak perlu merasa cemas. "Kalau nanti peraturan perpajakan keluar, pasti akan menyejukkan industri reksadana," kata Fuad, di Jakarta, hari Jumat lalu (28/11).

Sami mawon, Ketua APRDI Abiprayadi Riyanto juga masih tutup mulut soal besaran pajak tersebut. "Sekarang kami serahkan semuanya kepada pemerintah untuk mengambil keputusan yang terbaik," elaknya..

Abi menuturkan, sebelum ini Ditjen Pajak sudah meminta pendapat asosiasi mengenai tiga hal. Pertama, mereka meminta pendapat soal besaran tarif pajak yang pantas dikenakan terhadap segala hasil pemanfaatan obligasi sebagai instrumen portofolio dalam reksadana. Kedua, mereka minta masukan bagaimana sebaiknya aturan tersebut diterapkan, dan ketiga, bagaimana proses transisinya.

Tunda terbitkan produk

Direktur Utama GMT Aset Manajemen Marto Sutiono mengatakan, pemerintah harus benar-benar memikirkan besaran tarif pajak yang tepat. Tujuannya agar reksadana yang membenamkan investasinya di instrumen obligasi tetap menarik.

"Kalau masih di bawah 5%, mungkin masih bisa diterima," ujarnya. Sekadar mengingatkan, salah satu daya tarik  reksadana obligasi, bunga dan keuntungan obligasi itu bebas pajak dalam lima tahun pertama.

Belum adanya kepastian tentang perpajakan ini membuat para manajer investasi (MI) memilih menunda terlebih dahulu penerbitan produk reksadana berbasis obligasi. Salah satunya adalah PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI).

MAMI menunda penjualan beberapa produk reksadana terbarunya, walaupun reksadana tersebut telah memperoleh izin efektif dari Bapepam-LK. Salah satunya adalah produk pendapatan tetap mereka yang bertajuk Manulife Obligasi Negara Indonesia II dan Manulife Pendapatan Bulanan II.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×