Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IHSG sepekan ini kembali turun sebesar 1,31% ke level 6.651,91. Infovesta Utama dalam riset mingguannya yang dirilis Senin (18/7) menyebutkan tekanan pada IHSG disebabkan arus modal keluar atawa capital outflow di pasar saham yang mencapai Rp 1,7 triliun dalam sepekan.
Terjadinya capital outflow tersebut tidak terlepas dari meningkatnya kekhawatiran investor terhadap potensi terjadinya resesi global. Terlebih dengan rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) pada Juni yang mencapai 9,1%, atau yang tertinggi dalam 41 tahun terakhir,
Infovesta Utama menyebut hal tersebut berpotensi mendorong The Fed menaikkan suku bunga 75 bps pada pertemuan 26-27 Juli mendatang. Kenaikan suku bunga ini juga dapat menyebabkan perlambatan ekonomi AS.
Baca Juga: IHSG Cenderung Flat Hingga Akhir Sesi I, Senin (18/7)
Keadaan diperparah dengan buruknya rantai pasok global akibat tensi geopolitik Rusia-Ukraina yang masih terus berlanjut, sehingga mendorong inflasi akibat kenaikan harga komoditas. Tapi, di tengah pasar yang volatil, data ekonomi dalam negeri mampu memberikan dorongan positif bagi pasar saham dan obligasi. Neraca dagang Indonesia di Juni yang kembali surplus sebesar US$ 5,09 miliar menjadi salah satu pendorongnya.
“Kami melihat pasar akan terus fluktuatif, sejalan dengan pelemahan ekonomi global. Capital outflow masih bisa berlanjut, karena investor khawatir Bank Indonesia (BI) lambat dalam menghadapi ancaman kenaikan suku bunga,” tulis Infovesta Utama dalam risetnya.
Di tengah kondisi yang fluktuatif, aset safe haven dolar AS menjadi incaran pelaku pasar. Infovesta Utama menyebut dolar AS menjadi incaran para pelaku pasar karena dinilai lebih likuid, sehingga menyebabkan rupiah melemah. Rupiah kembali tertekan 0,11% ke level Rp 14.990 per dollar AS dalam sepekan terakhir akibat penguatan dollar AS.
Baca Juga: Hanya Reksadana Pasar Uang yang Berkinerja Positif Sepekan Terakhir
Namun, Infovesta Utama meyakini berbagai kebijakan moneter dan fiskal yang telah dikeluarkan selama ini oleh pemerintahan Indonesia mampu menahan sentimen negatif dari eksternal.
Di tengah situasi tersebut, kinerja reksadana saham maupun reksadana pendapatan tetap dinilai akan berada dalam tren bearish. Oleh karena itu, investor sebaiknya menunggu timing yang tepat (wait & see) dalam berinvestasi.
“Kami menyarankan investor tetap harus waspada, terutama terhadap isu kebijakan kenaikan suku bunga The Fed dan arah kebijakan suku bunga BI, yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar saham dan obligasi,” tutup Infovesta Utama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News