kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Panin Asset Management belum agresif


Kamis, 05 November 2015 / 18:55 WIB
Panin Asset Management belum agresif


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pasar dalam negeri mulai rebound. Berbeda dengan pelaku manajer investasi yang mulai mengubah strategi portofolio bagi produk reksadana mereka, PT Panin Asset Management (PAM) masih mencermati kondisi pasar.

Direktur PAM Ridwan Soetedja menjelaskan, mereka belum akan menggemukkan porsi saham dalam produk reksadana saham mereka. Sebab, ketidakpastian global masih menaungi pasar domestik. “Porsinya normal, sekitar 85% - 90%. Kami masih berjaga-jaga sambil mencermati situasi,” tuturnya.

Memang spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed beralih pada Desember 2015. Sehingga, perusahaan masih menunggu respons pasar saat The Fed mengerek suku bunga acuan atau bahkan menunda lagi bulan depan.

Selain itu, Ridwan berujar, perusahaan juga mengamati perkembangan makro dalam negeri.

Jika ketidakpastian sudah menghilang dan pasar sudah bullish (naik), lanjut Ridwan, barulah perusahaan bakal menggemukkan porsi saham dalam produk reksadana saham mereka hingga kisaran 90% - 93%.

Sektor saham yang digenggam PAM antara lain, saham perbankan, infrastruktur serta properti. Pilihan tersebut sejalan dengan program pembangunan infrastruktur pemerintah Joko Widodo – Jusuf Kalla. Proyek-proyek tersebut juga membutuhkan pendanaan dari perbankan.

“Kami juga pilih saham consumer goods karena keunggulannya lebih defensif. Saat market turun, sektornya tidak koreksi dalam. Kami perlu memberikan sisi defensif dalam portofolio,” jelas Ridwan.

Selain itu, sektor konsumer cukup cerah seiring mengilapnya prospek pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong konsumsi masyarakat.

Dari efek surat utang, Ridwan mengaku sekitar 90% dapur PAM menggenggam Surat Utang Negara (SUN). Sisanya 10% berupa obligasi korporasi.

Sebab, obligasi pemerintah lebih likuid. Di kala market rebound, SUN yang akan merespons duluan. Apalagi instrumen tersebut diterbitkan pemerintah yang notabene bebas risiko alias risk free.

“Kami pilih SUN tenor menengah, sekitar 10 tahun. Karena kami belum tahu kapan suku bunga The Fed naik. Masih berjaga-jaga,” tuturnya. Apalagi saat suku bunga acuan turun, Ridwan berpendapat yield SUN tenor panjang yang bakal menyusut paling dalam.

Memang ada peluang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan alias BI rate yang saat ini bertengger di level 7,5%. Faktor pendorongnya, inflasi dalam negeri yang terjaga.

Badan Pusat Statistik (BPS) di awal pekan menyebutkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,08% per Oktober 2015. Hal ini menguatkan target inflasi Tanah Air sepanjang tahun 2015 yang dipatok 3% - 5% bakal terwujud.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×