Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Sofyan Hidayat
JAKARTA. Harga batubara semakin terbenam. Peralihan penggunaan energi batubara ke gas alam di sejumlah negara berhasil memangkas konsumsi batubara secara signifikan. Akibatnya suplai batubara melimpah dan harga jatuh.
Mengutip Bloomberg, Senin (21/7), kontrak batubara pengiriman September 2014 di ICE Futures Europe di harga US$ 67,65 per metrik ton, tidak bergerak dari harga akhir pekan lalu. Sedangkan dalam sepekan, harga sudah terpangkas 2,31%. Jika dibandingkan akhir bulan lalu, harga batubara sudah terbenam sebanyak 5,45%.
Analis PT Pefindo, Guntur Tri Hariyanto menilai, harga batubara tertekan akibat berkurangnya permintaan batubara dari berbagai negara. Di Tiongkok, pemerintah sedang melakukan reformasi struktural ekonomi negaranya, dari pertumbuhan yang berbasis investasi dan ekspor menjadi berbasis jasa dan konsumsi. Hal ini akan berakibat pada melemahnya konsumsi besi dan bahan material lain untuk kepentingan manufaktur. China juga mulai mengurangi penggunaan bahan bakar yang memberikan dampak polusi besar. "Konsumsi batubara di China diperkirakan terus menurun," katanya.
Sementara dari Amerika Serikat (AS), berdasarkan survei dari PolitiFact, jumlah pekerja di industri pertambangan batubara terus berkuran dan menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja di industri tenaga surya.
Keberpihakan Pemerintah AS pada kebijakan energi bersih membuat konsumsi batubara turun. Berhasilnya teknologi produksi shale gas di AS juga menjadikan harga gas menjadi lebih murah. Harga gas yang murah mendukung pengalihan sekitar 20% pembangkit listrik berbahan bahar batubara ke gas selama enam tahun terakhir.
Sedangkan India akan menggandakan pajak impor batubara menjadi Rs 100 dari sebelumnya Rs 50 per ton. Tujuannya untuk menunjang pembangunan pembangkit tenaga surya 22.000 MW di tahun 2022. "Sedangkan Korea Selatan akan memberlakukan pajak batubara impor bagi pembangkit listrik. Korea Selatan adalah pasar ekspor batubara termal Australia," tambah Guntur.
Masih tertekan
Sementara, Ibrahim, analis dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka, menilai, harga batubara masih berpotensi turun mengikuti tren penurunan harga gas alam dan beberapa komoditas lainnya. Ibrahim bilang, secara fundamental jatuhnya harga batubara karena gencarnya kampanye lingkungan. Negara importir seperti China dan India juga mengalihkan bahan bakarnya dari batubara ke gas alam sehingga pasokan batubara menumpuk.
Namun, Ibrahim mengatakan kehadiran kontrak batubara di bursa berjangka Jakarta diharapkan dapat memberikan referensi harga pasaran dan harga bisa menguat. "Tapi tergantung respon pasar, jika kontrak baru tidak dilirik pasar, harga batubara masih akan melemah," tandasnya.
Dalam sepekan, Ibrahim menduga harga batubara akan bergerak di US$ 65 - US$ 68 per metrik ton. Di akhir tahun, harganya akan menyentuh US$ 73 per metrik ton.
Sedangkan Guntur memperkirakan, harga batubara masih berpotensi turun lagi, meski tidak terlalu dalam. Maklum, posisi harga saat ini sudah cukup rendah bagi produsen. Dalam sepekan, Guntur menduga harga batubara bergerak di kisaran US$ 66-US$ 70 per metrikton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News