Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Awal pekan lalu (25/5), pemerintah dan DPR sepakat mengenai kewenangan pemerintah daerah memungut pajak rokok. Tarifnya masih dalam pembahasan. Tapi DPR mengusulkan, tarif nya 10%-15% dari harga jual.
Kontan saja, para pebisnis rokok protes. Mereka cemas , pajak daerah tersebut akan menambah beban dan menghambat pertumbuhan penjualan mereka.
Pengamat pasar modal Daniel Listiadi berpendapat, beleid pajak rokok itu memang bakal semakin memojokkan industri rokok nasional. Sebab, saat ini perusahaan asap putih sudah terkena kewajiban cukai rokok. Jika pemda jadi memungut pajak rokok, kinerja produsen rokok bisa tergerus. "Saya memprediksi produsen rokok, termasuk Gudang Garam, akan menaikkan harga jualnya untuk menyiasati pengenaan pajak rokok di berbagai daerah," ujarnya.
Naiknya harga rokok akan menurunkan penjualan. Sebab, kemungkinan konsumen akan mengurangi belanja rokok di tengah melemahnya daya beli saat ini.
Pandangan Wakil Kepala Riset Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere sedikit berbeda. Ia berpikir, pungutan pajak rokok oleh pemerintah daerah tidak akan terlalu banyak berdampak pada bisnis rokok GGRM.
Bagi Nico, sentimen negatif memang bisa terjadi jika GGRM menaikkan harga rokoknya. Tapi, GGRM punya satu nilai plus. Dibanding pesaing lainnya, produk-produk dan harga GGRM sangat kompetitif. Pangsa pasar GGRM pun sudah mencapai 24%. "Mengalahkan pangsa pasar rokok HM Sampoerna yang kini 20%," imbuh Nico.
Berfundamental oke
Anehnya, Humas Gudang Garam Vidya R. Boediyanti mengaku belum mengetahui soal beleid pungutan pajak rokok oleh pemda tersebut. Ia menyatakan tak mau berspekulasi mengenai dampak pajak rokok ini terhadap kinerja perusahaan.
Menurut Vidya, jika benar pemda akan mengungut pajak rokok, itu akan menjadi salah satu pembahasan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Rencananya Gudang Garam akan menggelar RUPS pada 20 Juni mendatang.
Kinerja GGRM sendiri di kuartal I-2009 tergolong kinclong. Penjualannya naik 10,8% dari Rp 6,9 triliun di periode sama tahun sebelumnya menjadi Rp 7,7 triliun. Lalu, laba bersihnya meroket 132,2% menjadi Rp 780,5 miliar. Penyebab lonjakan ini adalah kenaikan penjualan plus penurunan beban usaha GGRM.
Nah, tahun ini, kata Daniel, bisnis GGRM secara umum masih bisa bertahan di tengah ketatnya persaingan. Sebab, jaringan distribusi GGRM cukup luas. Apalagi distribusi GGRM menggunakan perusahaan sendiri sehingga memperlebar margin usaha.
Namun, meski fundamental GGRM cukup bagus, saham GGRM tidak likuid. Nico mengatakan, saham GGRM hanya cocok untuk investor jangka panjang. Makanya dia Nico merekomendasikan tahan dengan target harga Rp 10.000 per saham.
Sedangkan Daniel merekomendasikan beli di saat harganya melemah (buy on weakness). Daniel mematok harga wajar GGRM Rp 11.750 per saham. Pada penutupan perdagangan saham kemarin (28/5), GGRM berada di harga Rp 11.500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News