Reporter: Yuliani Maimuntarsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga batubara terpuruk. Sentimen negatif datang dari Tiongkok yang memberlakukan pajak impor batubara, sehingga harga kian tergerus. Penguatan nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) juga ikut menyokong penurunan harga batubara.
Harga batubara di bursa ICE Futures pengiriman November 2014 berada di US$ 64,70 per ton pada Jumat (10/10), turun 1,14% ketimbang hari sebelumnya. Harga batubara terus tertekan. Sejak akhir tahun 2013, harga sudah terpangkas 23,66%.
Guntur Tri Hariyanto, analisi Pefindo, menilai, harga batubara jatuh semakin dalam setelah Pemerintah Tiongkok mengumumkan pemberlakuan pajak impor batubara yang sebelumnya telah dihapuskan sama sekali pada tahun 2007. Pajak ini bakal berlaku mulai 15 Oktober mendatang. Besaran tarif adalah 3% untuk anthracite coal dan coking coal dan 6% untuk non-coking coal.
Pajak impor ini untuk membantu perusahaan tambang Tiongkok yang tengah menghadapi masa sulit. Diperkirakan sekitar 70% perusahaan pertambangan di China merugi. Sebagian perusahaan terlambat membayar atau bahkan memotong gaji karyawan mereka.
"Kebijakan ini akan berdampak besar bagi Australia dan Rusia sebagai pemasok utama batubara ke Tiongkok. Tetapi tidak berdampak bagi Indonesia karena terlindungi perjanjian perdagangan bebas," kata Guntur.
Analis komoditas dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim menambahkan, pelemahan harga batubara juga dibayangi oleh tingkat revisi Bank Dunia terkait pertumbuhan perekonomian global tahun 2014, dari 4% menjadi 3,8%. "Tahun 2014 menjadi tahun yang krusial untuk harga komoditas," kata Ibrahim.
Perekonomian Tiongkok yang merupakan salah satu konsumen terbesar sedang melambat sehingga mereka permintaan batubara berkurang. "Selama perekonomian China belum pulih, harga batubara masih tertekan," kata Ibrahim. Selain itu, penguatan dollar AS juga menjadi sentimen negatif bagi batubara. Apalagi Bank Sentral AS bakal menaikkan suku bunga yang bakal membuat dollar AS makin perkasa.
Penguatan dollar AS membuat harga komoditas semakin jatuh. Teknologi baru Di sisi lain, Guntur menyatakan bahwa ada harapan permintaan batubara membaik terutama setelah pembangkit listrik kapasitas besar dengan bahan bakar batubara beroperasi di Kanada pada 2 Oktober 2014.
Pembangkit listrik ini sudah dilengkapi dengan teknologi carbon capture and storage (CCS) yang ramah lingkungan. Pembangkit listrik tersebut diperkirakan mampu menangkap 1 juta ton CO2 dalam setahun atau setara dengan emisi 250.000 mobil. Nilai investasi pembangkit listrik tersebut sebesar US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 17 triliun. Teknologi baru tersebut diharapkan bisa menjadi jawaban pemenuhan kebutuhan energi yang terus meningkat, tapi tetap ramah lingkungan.
Secara teknikal, Ibrahim bilang, harga batubara masih akan menurun. Stochastic berada di area negatif -75% mengindikasikan penurunan. Bollinger band 60% di atas bollinger bawah. Moving average 50% di atas bollinger bawah. Moving average convergence divergence (MACD) masih wait and see. Sebaliknya, relative strength index (RSI) 75% memberi sinyal adanya penguatan terbatas.
Sepekan ke depan, Ibrahim memprediksikan, harga batubara bergerak dalam rentang antara US$ 64,5 sampai US$ 66,95 per metrik ton. Sedangkan Guntur menduga harga batubara bergulir di US$ 64- US$ 67 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News