Reporter: Narita Indrastiti, Nicholas Gandhi, Rinaldi Mohamad Azka | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
NUSA DUA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mendorong Usaha Kecil dan Menegah mencatatkan saham di bursa. OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menyusun sejumlah regulasi yang memudahkan UKM menggelar penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO).
OJK bersama organisasi pengawas pasar modal dunia, International Organization of Securities Commision (IOSCO), membahas regulasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan UKM di pasar modal.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan, OJK akan mempermudah UKM mengakses pendanaan dari lembaga keuangan untuk memperkuat modal sebelum menjadi perusahaan publik.
Salah satunya dengan pendanaan dari modal ventura. UKM bisa memanfaatkan pendanaan modal ventura hingga permodalan mencukupi dan menjadi bankable. "Sehingga perusahaan yang tadinya unbankable bisa menjadi bankable dan kemudian IPO," ujar Muliaman dalam Konferensi IOSCO di Nusa Dua, Bali, Jumat (22/1).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menambahkan, OJK juga mengkaji pembuatan papan akselerasi bagi UKM yang berniat listing di bursa.
OJK akan membantu akses pendanaan bagi UKM yang tercatat di papan akselerasi sehingga memenuhi persyaratan untuk IPO. OJK dan BEI juga akan membuat papan perdagangan khusus saham-saham UKM.
"Kalau sudah semakin berkembang nilainya, bisa pindah ke papan pengembangan atau papan utama," ujar Nurhaida. Regulasi baru ini diharapkan bisa meluncur pada Juni 2016. Tito Sulistio, Direktur Utama BEI, mengatakan, perusahaan berskala kecil cenderung melepas saham dalam jumlah mini.
Sehingga, harus ada market maker untuk menjaga likuiditas saham publik. BEI juga tak bisa memberi akses untuk seluruh UKM begitu saja. Hanya perusahaan yang kelangsungan usahanya jelas dan punya fundamental baik yang bisa IPO.
"Untuk membuat likuiditas naik, kami harus membuat dealer driven, market maker dan infrastrukturnya," ujar Tito.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, sebenarnya jika perusahaan yang masuk ke bursa memiliki prospek menarik, tidak diperlukan market maker.
"Likuiditas bisa bertambah ketika prospeknya memang bagus," imbuh dia.
Menurut Satrio, otoritas bursa tetap harus menyaring emiten yang masuk bursa. Pasalnya selama ini pun masih ada perusahaan yang masuk bursa dengan kondisi finansial babak belur. "Jangan sampai karena mereka berusaha menambah modal untuk IPO, jadi utangnya menggunung," tandasnya.
Faktor biaya juga harus dirumuskan. Pasalnya, setelah menjadi perusahaan terbuka, UKM bakal keluar banyak biaya tambahan untuk memenuhi ketentuan BEI. Misalnya, UKM nantinya juga harus membayar listing fee, harus ada komite audit, komite remunerasi, dan keterbukaan informasi.
"Harus ada keberpihakan. Soal biaya ini juga harus dipikirkan, kami bisa bertindak untuk memberikan masukan," imbuh Tito.
Acmad Zaky, pemilik bukalapak.com, mengatakan, wacana IPO bagi UKM ini cukup menarik. Tapi pihaknya belum berpikir untuk menggelar IPO. "Karena ini masih terlalu cepat" kata dia.
Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Amir Karamoy mengatakan, rencana OJK ini merupakan sentimen positif bagi bisnis waralaba. "Sudah ada puluhan waralaba yang bisa dikejar untuk bermain di pasar modal," ujar Amir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News