Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) ke level 1,5% diperkirakan tidak terlalu mempengaruhi prospek penerbitan obligasi korporasi di pasar global. Kondisi makro ekonomi Indonesia yang lebih baik diyakini masih mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor asing.
“Sentimen dari S&P (Standard & Poor’s yang menaikkan rating Indonesia masih terasa. Peringkat investasi Indonesia yang tadinya tidak masuk radar investor global sekarang jadi dilirik,” ujar Yuniar Restanto, Director Head of Debt Capital Market Mandiri Sekuritas kepada Kontan.co,id, Kamis (14/12).
Tak hanya berlaku bagi investor di pasar Amerika Serikat (AS), sentimen kenaikan rating itu juga akan berlaku secara global. Di tengah sebagian besar Bank Sentral dunia bersiap menerapkan pengetatan kebijakan moneter tahun depan, menurutnya sebagai negara baru yang peringkat investasinya baru saja naik dari segi kupon yang ditawarkan ada peluang Indonesia akan memberikan tawaran yang lebih tinggi.
Meski kenaikan suku bunga acuan The Fed kemungkinan masih akan berlanjut di tahun 2018 tetapi menurutnya hal tersebut masih disiasati. Menurut Yuniar dalam menerbitkan obligasi berdenominasi dollar AS, perusahaan bisa menyesuaikan waktu yang tepat.
Misalnya kalau diperkirakan kenaikan suku bunga akan terjadi di bulan Maret atau Juni, lebih baik penerbitan obligasi dilakukan sebelum kenaikan itu terjadi. “Untuk membuat biaya yang rendah harus dilakukan sebelum kenaikan suku bunga The Fed,” paparnya.
I Made Adi Saputra, Analis MNC Sekuritas pun menyebut pemilihan waktu yang tepat menjadi salah satu kunci penerbitan obligasi korporasi global di tahun depan. Menurutnya jika melihat siklus kenaikan suku bunga The Fed yang sebelumnya lebih baik penerbitannya dilakukan pada awal tahun.
Kemudian dari sisi pembiayaan dinilai lebih menguntungkan karena biaya yang lebih murah. Jika dibandingkan obligasi korporasi lokal, kupon obligasi korporasi berdenominasi dollar AS jauh lebih rendah. Ia mencontohkan obligasi yang dirilis anak usaha PT Jasa Marga Tbk, PT Marga Lingkar Jakarta yang merilis obligasi korporasi rupiah 10 tahun dengan kupon 8,7%.
“Kalau ditawarkan di pasar global bisa jadi mereka mendapatkan kupon 4%, kan lumayan selisihnya bisa 4,7%,” terangnya.
Namun Made tetap mengingatkan penerbitan obligasi korporasi global juga harus mempertimbangkan porsi pendapatan perusahaan. Kalau ternyata pendapatan perusahaan lebih didominasi mata uang rupiah lebih baik hal itu akan memberatkan perusahaan. Sebaliknya jika pemasukannya lebih banyak berdenominasi dollar AS strategi itu akan menguntungkan.
Selain pemasukan perusahaan, hal lain yang harus diwaspadai korporasi yang ingin menerbitkan obligasi global adalah volatilitas nilai tukar. Perusahaan harus bersiap dengan risiko jatuh nilai tukar rupiah sewaktu-waktu selama tenor yang dipilihnya. “Kalau rupiah terdepresiasi sama saja biayanya lebih banyak meski kuponnya jauh lebih rendah tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News