kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Obligasi berkategori junk bond sulit berkembang di Indonesia, ini alasannya


Senin, 22 Juli 2019 / 20:56 WIB
Obligasi berkategori junk bond sulit berkembang di Indonesia, ini alasannya


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Obligasi sampah atau junk bond dinilai masih akan sulit dijumpai di pasar obligasi korporasi Indonesia. Apalagi, iklim pasar obligasi korporasi domestik kurang mendukung keberadaan instrumen seperti itu.

Sebagai informasi, junk bond merupakan obligasi dengan peringkat di luar non-investment grade. Obligasi ini umumnya menawarkan kupon yang jauh lebih tinggi dibandingkan obligasi korporasi lainnya, walau dengan risiko yang tak kalah tinggi.

Research Analyst Capital Asset Management Desmon Silitonga berpendapat, obligasi berkategori junk bond akan kesulitan berkembang di Indonesia. Ketika dijual melalui penawaran umum pun, obligasi ini belum tentu laku meski memiliki kupon yang tinggi.

Ia beralasan, sebagian besar investor obligasi korporasi di Indonesia merupakan investor institusi yang mana beberapa di antaranya berasal dari BUMN.

Investor institusi biasanya memiliki acuan dari pihak regulator terkait obligasi apa saja yang layak dikoleksi. “Umumnya investor institusi diharuskan membeli obligasi minimal investment grade,” ujarnya, Senin (22/7).

Hal ini cukup wajar. Kembali lagi, berbekal peringkat utang non-investment grade, risiko gagal bayar junk bond tentu lebih tinggi dari obligasi korporasi lainnya.

Di tambah lagi, kapitalisasi pasar obligasi korporasi Indonesia masih tergolong rendah. Faktor ini saja bisa menggambarkan bahwa jumlah obligasi korporasi ataupun investor pemegang instrumen tersebut belum terdiversifikasi. Alhasil, potensi junk bond untuk eksis di pasar juga relatif kecil karena ekosistemnya kurang mendukung.

“Secara historis, obligasi korporasi yang terbit mayoritas memiliki peringkat utang yang bagus,” tambah Desmon.

Memang, tak bisa dipungkiri ada saja investor yang berani mengambil risiko untuk berinvestasi pada obligasi seperti junk bond.

Menurut Desmon, karena junk bond jarang beredar di Indonesia, investor bertipikal demikian umumnya akan mencari instrumen seperti medium term notes (MTN) yang juga menawarkan kupon tinggi.

Perusahaan-perusahaan berperingkat rendah juga kerap memanfaatkan MTN untuk mencari dana secara cepat tanpa harus berhadapan dengan persyaratan yang ketat. “Kalau memaksakan diri menerbitkan obligasi korporasi dengan peringkat rendah, khawatirnya tidak laku saat penawaran,” tandasnya.

Sekadar catatan, beberapa surat utang korporasi asal Indonesia yang beredar di luar negeri sebenarnya ada yang masuk ke dalam kelompok junk bond.

Ambil contoh pada obligasi global milik PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) yang mengalami penurunan peringkat utang dari BB- menjadi CCC- oleh S&P Global Ratings. Hal ini terjadi akibat produsen tekstil terbesar di Indonesia tersebut gagal membayar kupon obligasi dollar AS yang jatuh tempo pada 10 Juli lalu.

Karena telah memperoleh peringkat CCC-, obligasi Delta Merlin ini jelas tak lagi berada dalam kategori investment grade.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×