Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Transaksi instrumen exchange traded fund (ETF) melonjak sepanjang Maret 2015. Disinyalir, kondisi pasar modal yang kurang kondusif memicu investor merealisasikan keuntungan. ETF adalah instrumen investasi bertipe reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
BEI mencatat, sepanjang Maret 2015, transaksi ETF di pasar sekunder sekitar Rp 9,11 miliar. Meroket 2.267% atau 23 kali lipat dibanding bulan sebelumnya yang hanya Rp 385,65 juta. Namun kenaikan nilai transaksi tak sejalan dengan frekuensi, yang justru turun. Per Maret lalu, transaksi ETF sebanyak 1.563 kali, turun 46,7% ketimbang transaksi Februari 2015.
Direktur Utama Infovesta Utama Parto Kawito menilai, kenaikan nilai transaksi tapi diikuti penurunan frekuensi mengindikasikan ada investor institusi yang menjual unit kreasi ETF. Sekadar mengingatkan, investor bisa membeli ETF di pasar primer maupun pasar sekunder. Di pasar primer, investor membeli melalui manajer investasi yang menerbitkan produk tersebut. Acuannya, 1 unit kreasi = 100.000 unit penyertaan.
Nah, unit penyertaan ini bisa diualbelikan di pasar sekunder alias di BEI layaknya saham, dengan acuan 1 lot = 500 unit penyertaan. “Sepanjang Maret kemarin saya perkiraan ada investor institusi yang membeli ETF di pasar primer, lalu profit taking di pasar sekunder karena kondisi pasar modal tidak kondusif akibat pelemahan rupiah,” papar Parto.
Prediksinya, investor institusi itu dana pensiun yang batas investasinya sangat ketat alias realisasi nilai investasi tak boleh merugi (cut loss). Data BEI memperlihatkan, transaksi sepanjang Maret lalu berasal dari tujuh produk ETF kelolaan PT Indo Premier Investment Management. Sedangkan, sepanjang Februari tercatat ada delapan produk ETF yang ditransaksi.
Direktur Indo Premier Investment Management Diah Sofiyanti mengakui, peningkatan transaksi ETF Maret lalu tidak terlepas dari aksi jual investor. Tapi, ini seimbang dengan minat beli investor lain. “Ada peluang beli dan jual yang dimanfaatkan investor,” tutur perempuan yang biasa disapa Ofie itu.
Lonjakan transaksi juga tidak lepas dari sosialisasi ke perusahaan sekuritas untuk lebih memperkenalkan ETF ke investor. Sosialisasi tersebut mampu meningkatkan kesadaran investor ritel saham melirik investasi ETF. "Dengan modal Rp 50.000, investor sudah dapat memiliki 30 saham kapitalisasi besar yang menjadi aset dasar Premier ETF IDX 30,” jelas Ofie.
Ambil untung
Menurut Parto, kondisi pasar saham belum menunjukkan perbaikan. Tercermin dari realisasi bisnis emiten, defisit neraca perdagangan serta nilai tukar rupiah. Ia menyarankan, di jangka pendek, investor ETF lebih baik merealisasikan keuntungan (profit taking) sebelum nilai portofolio terkoreksi. “Tapi, sampai akhir tahun ekspektasi masih bagus.Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa naik ke level 5.850 di akhir tahun ini,” prediksi Parto.
Ofie optimistis, ETF bisa menjadi alternatif pilihan investasi bagi investor di pasar modal. Maklum, Indopremier kini sudah memiliki tujuh produk ETF dengan strategi portofolio yang berbeda-beda. Hal ini diklaim bisa memenuhi kebutuhan investasi investor yang juga beragam. “Saat ini market memang masih volatil, tapi saat kondusif, ETF sektoral seperti Premier ETF Indonesia Consumer dan Premier ETF Indonesia Financial bisa jadi primadona,” ujar Ofie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News