Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks sektor perindustrian menguat 30% sejak awal tahun. Lonjakan indeks sektor perindustrian hanya kalah dari sektor energi yang melesat 80% sejak awal tahun 2022.
Research Analyst Reliance Sekuritas, Lukman Hakim melihat penguatan sektor perindustrian pararel dengan permintaan dari industri manufaktur yang kembali bergerak normal pascapandemi covid-19. Permintaan dari luar negeri bergulir lagi, serta arus barang-jasa pun tak banyak terhambat pembatasan aktivitas (lockdown).
Roda bisnis yang kembali bergulir kencang membawa emiten di sektor industri ke arah positif dengan pertumbuhan kinerja yang relatif solid hingga paruh pertama tahun ini. Apalagi untuk emiten yang bisnisnya terkait komoditas, alat berat, dan tambang.
Baca Juga: Intip Ekspansi Sejumlah Emiten ke Bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT)
Emiten berkapitalisasi jumbo seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan PT United Tractors Tbk (UNTR) menjadi motor utama di sektor ini. "Penggerak sektor industrial seperti ASII dan UNTR didukung oleh komoditas khususnya batubara. ASII juga pendapatan per segmen didorong kontribusi dari penjualan alat berat tambang," kata Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (7/9).
Sementara itu, Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyoroti bahwa kondisi makro seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia di awal tahun menjadi katalis positif bagi emiten perindustrian mendongkrak kinerjanya. Pasar pun mengapresiasi, penguatan harga berlanjut.
Namun, perkembangan kondisi makro ekonomi saat ini cukup menantang. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan berimbas pada lonjakan inflasi, yang kemudian bisa memicu kenaikan tingkat suku bunga.
"Hal ini akan membuat pendanaan lebih mahal dan menggerus laba. Di sisi lain bisa berimbas kepada penurunan penjualan, seperti kendaraan bermotor," ujar Wawan.
Baca Juga: IHSG Turun 0,54%, BBCA, BMRI, ADRO Paling Banyak Net Buy Pada Rabu (7/9)
Meski begitu, Wawan punya catatan yang cukup optimistis. Secara historis, sudah terjadi sembilan kali kenaikan harga BBM dalam 20 tahun terakhir. Menurut Wawan, kenaikan harga dengan level yang lebih tinggi pun masih dapat diserap oleh masyarakat, dan terjadi penyesuaian bisnis.
Oleh sebab itu, dampak yang terasa diprediksi hanya jangka pendek saja. "Sepanjang aktivitas ekonomi masih berlanjut maka sektor industri masih akan berkembang," sebut Wawan.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo menambahkan, efek dari kenaikan harga BBM akan menjadi pemberat performa emiten di sektor perindustrian. Terutama tertekan oleh lonjakan biaya operasional.
Baca Juga: Stagnan di Agustus, Cadangan Devisa 2022 Diramal Capai US$ 140 Miliar
Di samping strategi perusahaan mengantisipasi efek domino kenaikan harga BBM, keberlanjutan arus investasi menjadi poin krusial. "Iklim investasi di Indonesia masih relatif sehat di masa krisis finansial saat ini, juga turut menjaga arus investasi ke sektor industri," ujar William.
Adapun secara sektoral, hingga penutupan Rabu ini IDX Industrials ada pada posisi 1.371,83. Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memperkirakan bahwa pergerakan IDX industrial masih berpeluang melanjutkan penguatan untuk menguji area 1.377-1.410 terlebih dulu.
Namun, level tersebut tampaknya bisa menjadi akhir penguatan dari IDX industrial. "Kalau dari teknikalnya, melihat indikator yang cenderung sideways dan berada di area overbought," kata Herditya.
Baca Juga: Simak Daftar Saham Murah Pilihan di Indeks LQ45
Saham yang menarik dilirik pada sektor industri terutama berasal dari emiten yang punya diversifikasi bisnis kuat dan disokong oleh komoditas & batubara, seperti UNTR dengan target Rp 37.800 per saham, ASII untuk target Rp 7.300 per saham-Rp 7.700 per saham, dan PT ABM Investama Tbk (ABMM) dengan target Rp 4.000 per saham-Rp 4.110 per saham.
Sedangkan Lukman menyoroti efek domino kenaikan harga BBM akan menekan bottom line perusahaan seiring dengan kenaikan biaya. Namun, ada beberapa emiten yang punya daya tahan lebih pada situasi ini karena efeknya tidak dirasakan secara langsung.
Lukman mencontohkan beberapa emiten di segmen perusahaan holding multi sektor seperti PT MNC Asia Holding Tbk (BHIT) dan PT Global Mediacom Tbk (BMTR).
Baca Juga: PER IHSG Murah Menjadi Daya Tarik Investor Asing
Rekomendasi Lukman, saham BHIT layak dikoleksi mencermati support di area Rp 76 dan resistance pada Rp 95. Sedangkan support BMTR ada di posisi Rp 346 dan resistance pada Rp 398.
Selain itu, Lukman juga menjagokan saham UNTR dengan mencermati support di area Rp 34.850 dan resistance pada posisi Rp 37.380.
Saham UNTR juga menjadi rekomendasi William untuk support Rp 32.275 dan resistance di Rp 37.300. Kemudian untuk support saham ABMM ada di Rp 3.290 dan resistance Rp 3.910. Lalu, BHIT dengan support Rp 70 dan resistance di Rp 92.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News