Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Karya seni seorang maestro punya nilai jual tinggi. Bahkan, beberapa galeri melepas karya seni tersebut di rentang harga ratusan juta. Di pasar sekunder harganya bisa lebih tinggi lagi, lukisan bisa dilepas di harga miliaran.
Dengan harga tinggi, mungkinkah lukisan, patung dan karya seni lainnya dapat menjadi underlying aset dalam perusahaan investasi?
Presiden Direktur PT Samuel Asset Management Agus B Yanuar bilang, produk seni sejatinya dapat jadi underlying aset produk investasi.
"Di Singapura, bahkan ada produk investasi yang memiliki underlying aset wine, karena semakin lama semakin mahal," ujar Agus kepada Kontan.co.id, Jumat (13/4).
Sebagai negara dengan budaya beragam, Indonesia punya potensi untuk menjadikan karya seni sebagai underlying aset produk investasi.
Maklum, Indonesia juga punya banyak pelukis maestro yang karyanya banyak diapresiasi dunia internasional. Di antaranya, pelukis Basuki Abdullah, Affandi Koesoema, Muhammad Hanafi, Delsy Syamsumar, I.B Said dan lainnya.
Selain lukisan, Agus bilang kain tenun, batik, songket dan kain nusantara lainnya juga bisa jadi underlying aset, layaknya wine di Singapura.
Namun, karya seni masih punya kelemahan. Sebagai produk yang bersifat kualitatif sulit untuk menetapkan nilai harga karya seni. "Belum ada hitungannya seperti apa, karena nilainya sangat subjektif," kata Agus.
Makanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga belum menganggap karya seni sebagai aset sebuah produk investasi.
Namun, jika pasar produk investasi sudah matang, bukan mustahil suatu saat lukisan, patung dan kain Nusantara juga dapat menjadi underlying aset.
"Syaratnya bukan ada banyaknya seniman di Indonesia, tapi ketika jumlah investornya sudah banyak, jadi produk (investasi) lebih beragam," kata Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News