kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Morgan Stanley: Kita sudah masuk bear market


Rabu, 21 November 2018 / 13:21 WIB
Morgan Stanley: Kita sudah masuk bear market
ILUSTRASI. Bursa AS


Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Morgan Stanley menilai, tren pasar saham naik sudah berakhir. Hanya saja, investor belum menyadarinya. 

"Kita sudah memasuki tren penurunan pasar (bear market)," kata Equity Strategist Michael Wilson dalam laporannya, seperti dikutip dari CNN Business, Senin (19/11). 

Meskipun ekonomi AS terlihat menguat, pasar sudah mengendus akan adanya penurunan pertumbuhan ekonomi dan laba korporasi. 

"Meski 2018 jelas tak akan resesi, pasar bersuara keras bahwa kabar buruk akan datang," kata Wilson.

Penurunan ini terlihat dari aksi jual di Wall Street. Saham-saham yang dulunya technology darling seperti Amazon, Facebook, dan Netflix bertumbangan. Sementara saham Apple jauh diwarnai ketakutan bahwa penjualan iPhone terakhir mengecewakan. 

Saat ini, Indeks S&P 500 diperdagangkan 9% lebih rendah dari posisi rekornya pada akhir September. Setidaknya, indeks harus turun 20% dari all-time high untuk disebut resmi menyandang status bear market

Tapi, Morgan Stanley mencatat, sudah lebih dari 40% saham-saham di S&P 500 yang turun setidaknya 20%. 

Salah satu ketakutan pasar adalah kenaikan bunga acuan oleh Federal Reserve yang lebih cepat ketimbang ekonomi bisa hadapi. Wilson yakin, The Fed tidak memiliki niat "menyelamatkan" investor dengan mengorbankan kenaikan bunga. 

Indikator lainnya, menurut Morgan Stanley, pasar tidak rebound dari penurunan. Di tahun 2018, S&P 500 hanya mengalami penurunan tipis selama beberapa hari jika return sepekan sebelumnya negatif, menurut Morgan Stanley. Gejala ini, tak pernah terlihat sejak 2002. 

"Satu-satunya alasan Buy the Dip tidak berlaku adalah ketika pasar dalam tren turun. Atau di awal tren tersebut," tulis Wilson.

Dia melihat, investor tetap melepas saham, meskipun perusahaan melaporkan kinerja yang lebih baik ketimbang perkiraan. Ini bukan merupakan sinyal sehat. 

"Di pandangan kami, ketika saham dijual ketika ada kabar baik, itu adalah bear market," katanya. 

Dia mengingatkan kliennya untuk tidak terjebak dengan rebound pasar. "Ini adalah bear market. Dan seharusnya diperdagangkan seperti itu. Lebih banyak reli jual daripada buy dips," katanya. 

Goldman Sachs: Beli saham

Banyak pelaku di Wall Street melihat koreksi saham merupakan penyesuaian di lingkungan dengan pelambatan pertumbuhan. Korporasi tetap diperkirakan tumbuh dengan solid tahun depan, meskipun lebih lambat. 

Goldman Sachs misalnya, yang tetap dengan rekomendasi membeli saham AS, meskipun perusahaan memperkirakan, pertumbuhan ekonomi AS tahun 2019 akan melambat menjadi 2,5%, dan pada 2020 menjadi 1,6%. 

David Kostin, Chief of US Equity Strategist Goldman Sachs pada Jumat lalu memperkirakan Indeks S&P akan mengakhiri tahun ini di level 2.850. Proyeksi ini lebih tinggi 6% dari level indeks sekarang. 

"Volatilitas tak sama dengan penurunan pasar berkelajutan," kata Erik Knutzwn, Chief Investment Officer of multi-asset di Goldman Sachs.                        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×