Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah di New York mendekati level US$ 57 per barel sebelum rilis data cadangan minyak Amerika Serikat (AS). Spekulasi turunnya stok minyak negeri Paman Sam menjadi sumber tenaga penguatan minyak.
Mengutip Bloomberg, Selasa (21/11) pukul 19.18 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2018 di New York Mercantile Exchange menguat 0,39% ke level US$ 56,64 per barel dibanding sehari sebelumnya.
Survei Bloomberg menunjukkan stok minyak AS kemungkinan turun 2,25 juta barel pekan lalu. Sementara data resmi dari Energy Information Administration (EIA) akan dirilis Rabu malam (22/11). Di Uni Emirat Arab, Menteri Energi Suhail Al Mazrouei menggemakan pandangan beberapa anggota OPEC saat ia mendesak perpanjangan pemotongan output.
Minyak telah mereda dari level tertinggi dua tahun karena Rusia menunjukkan keraguan pada penentuan keputusan untuk memperpanjang pembatasan pasokan minyak OPEC. Beberapa anggota OPEC meminta perpanjangan pemotongan karena kenaikan output non-OPEC terus menjaga persediaan di atas rata-rata. Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al-Falih telah berusaha meyakinkan investor bahwa sebuah keputusan akan diambil saat OPEC dan rekanannya bertemu pada 30 November di Wina.
"Harga akan didorong terutama oleh berita utama OPEC menuju pertemuan minggu depan, tetapi dengan data persediaan minyak AS yang juga berperan," kata Ole Sloth Hansen, Kepala Strategi Komoditas Saxo Bank A/S, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (22/11). "Ancaman terbesar terhadap OPEC dan kemampuannya untuk terus menyeimbangkan pasar dan mendukung harga berasal dari respons potensial produsen non-OPEC, seperti AS," imbuhnya.
Pada pukul 10.13 waktu London, harga minyak WTI sempat menyentuh level US$ 56,78 per barel. Menurut survei Bloomberg, persediaan minyak mentah di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman WTI dan pusat penyimpanan minyak terbesar, mungkin turun 700.000 barel pekan lalu. Stok minyak AS secara tak terduga naik pada pekan yang berakhir 10 November menjadi sekitar 459 juta barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News