Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kabar baik berhembus dari negara-negara penghasil minyak. Tampaknya, niatan negara-negara yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) memangkas produksi minyaknya bisa berjalan lancar.
Menjelang pertemuan OPEC akhir bulan ini, sejumlah anggota OPEC memberi pernyatan positif yang mengembalikan kepercayaan pasar. Misalnya, Menteri Energi Aljazair Noureddine Boutarfa menyatakan optimismenya atas keberhasilan rencana pemangkasan minyak tersebut.
Hal ini ia ungkapkan pasca bertemu Menteri Energi Rusia Alexander Novak, yang menegaskan, Rusia tengah mempertimbangkan membekukan produksi minyaknya.
Produksi minyak di negeri Beruang Merah ini di November diperkirakan mencapai 11,2 juta barel per hari. Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh juga yakin pemangkasan produksi bakal berjalan.
Bahkan, Iran siap ikut serta. Negara di Timur Tengah ini berjanji mengurangi produksi sekitar 1,3 juta barel per hari. Hal ini menjadi angin segar bagi harga minyak. Maklum, sebelumnya Iran menentang pembatasan produksi. Tak heran, harga minyak internasional terus melesat.
Menurut Research & Analyst SoeGee Futures Nizar Hilmy, pidato Gubernur The Fed Janet Yellen pun tidak akan signifikan menahan laju kenaikan harga minyak bumi.
“Kalau OPEC benar memangkas produksi, maka harga minyak bisa kembali naik," ujar Nizar.
Research & Analyst Monex Investindo Futures Agus Chandra sepakat, pertemuan OPEC di Wina Austria pada 30 November 2016 menjadi penentu arah harga minyak. Jika OPEC menyepakati produksi minyak dibatasi hingga 32,5 juta barel per hari, maka harga minyak bakal terus naik.
Mengutip Bloomberg, Jumat (18/11), harga minyak mentah WTI kontrak pengiriman Desember 2016 di New York Mercantile Exchange menguat 0,59% menjadi US$ 45,69 per barel. Dalam sepekan terakhir harganya melesat 5,25%.
Teknikal masih bearish
Tapi analis mengingatkan, sentimen penguatan dollar AS masih berpeluang menekan harga minyak. Apalagi, akhir pekan lalu, indeks dollar AS berhasil menembus level tertingginya tahun ini, di 101,21.
Nizar memprediksi, harga minyak bisa mencapai US$ 50 per barel jika kesepakatan terjadi. Sentimen kenaikan suku bunga The Fed dan penguatan dollar AS juga tidak akan berdampak bila produksi minyak benar-benar dipangkas. Tapi jika sebaliknya, harga minyak bisa terseret ke bawah US$ 40 per barel.
Secara teknikal, harga minyak sebenarnya masih menunjukkan tren bearish jangka pendek. Ini terlihat dari MA 10 yang ada di bawah MA 25. Nizar memprediksi hari ini (21/11) minyak akan bergerak di kisaran US$ 44–US$ 48 per barel.
Sedangkan menurut hitungan Agus, dalam sepekan ke depan harga minyak akan berada di rentang US$ 43– US$ 47,25 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News