Reporter: Muhammad Khairul | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) bertahan di kisaran US$ 103 per barel, beberapa hari terakhir. Harga minyak sempat terungkit oleh sentimen dari Irak dan komitmen International Moneter Fund (IMF) menjaga stabilitas ekonomi global.
Kementerian Perminyakan Irak, kemarin (23/4), menguungkapkan, pengiriman minyak dari kilang di bagian utara negeri tersebut dihentikan akibat kerusakan jaringan pipa yang tersambung ke Turki. Setiap hari, Irak mampu mengekspor minyak 450.000-500.000 barel per hari melalui Turki. Akibatnya, harga minyak melambung 1,1% ke posisi US$ 103,88 per barel, akhir pekan lalu.
Harga minyak juga terkerek oleh komitmen IMF menyediakan dana stabilisasi ekonomi global senilai lebih dari US$ 430 miliar, yang menaikkan outlook ekonomi dunia.
Namun, membuka pekan ini, harga minyak terkoreksi tipis 0,81% ke level US$ 103,04 per barel. Penurunan permintaan minyak dari China, konsumen minyak terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS), menekan prospek minyak.
Permintaan minyak China Maret lalu turun menjadi 9,51 juta barel per hari, terendah sejak Oktober 2011. Minyak Brent di Bursa New York untuk pengiriman Juni tertahan di posisi US$ 118,30 per barel.
“Secara global, kita sedang berjalan di titian antara jatuh ke resesi dan melangkah ke ekonomi yang sustainable. Ini tecermin dari harga minyak saat ini,” ujar Michael McCarthy, Chief Market Strategist CMC Markets Asia Pacific Pty, seperti dikutip Bloomberg, kemarin (23/4).
Ariana Nur Akbar, analis Monex Investindo Futures, menilai, pekan ini risiko koreksi harga minyak cukup besar secara teknikal. "Tapi, tidak drastis, hanya ke level US$ 102. Ini karena pasar menilai level US$ 103 sudah termasuk tinggi sehingga memicu profit taking," ujarnya.
Prospek harga minyak dalam jangka lebih panjang, menurut Ariana, masih akan ditentukan oleh arah kebijakan moneter bank sentral AS.
Abdul Azis, analis Menara Mas Futures, memprediksi sebaliknya. Masalah Irak tetap menghantui harga minyak dan bisa mengerek harganya ke US$ 110 per barel, kuartal II ini. Sedangkan, pekan ini, harga minyak masih berpeluang naik dengan tahanan atas di posisi US$ 105 per barel. Pasalnya, tingkat belanja konsumen dan produk domestik bruto (PDB) Negeri Paman Sam di kuartal I diperkirakan oleh pasar bakal naik. AS adalah konsumen terbesar minyak dunia. Rilis data belanja konsumen dan PDB AS akan diumumkan akhir pekan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News