Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) maupun Brent terus terjun bebas. Bahkan analis memprediksikan, harga minyak pada semester I-2015 bakal terus menurun dan bergerak di kisaran US$ 20 hingga US$ 50 per barel.
Berdasarkan data Bloomberg pukul 13.20 WIB, harga minyak WTI pengiriman Februari di New York Mercantile Exchange (NYMEX) menyentuh US$ 47,22 per barel. Dalam sepekan, harga terpangkas 10,38%. Ini level terendah lebih dari lima tahun terakhir. Pun demikian dengan harga minyak Brent pengiriman Februari di Bursa ICE Futures menyentuh di US$ 50,5 per barel.
Suluh Adil Wicaksono, Analis Millenium Penata Futures, mengatakan, koreksi harga minyak dua hari terakhir sudah terbilang abnormal. Koreksi ini terjadi saat stok minyak Amerika Serikat (AS) terbilang tipis, yakni hanya 1 juta barel.
"Seharusnya bisa mengangkat harga, tapi buktinya harga minyak terus mempertajam rekor terendahnya dan tidak ada tanda-tanda rebound," terang Suluh.
Permintaan minyak tak kunjung membaik meski di Eropa dan AS sudah memasuki musim dingin. Ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan fenomena ini. Salah satunya karena AS sebagai konsumen terbesar, mulai mengurangi ketergantungan pada minyak.
Negeri Uwak Sam mulai memacu penggunaan shale oil, guna mensubstitusi penggunaan minyak bumi. Negara pengekspor minyak (OPEC) tak merespons minimnya permintaan tersebut dengan membatasi pasokan.
Tonny Mariano, Analis Harvest International Futures, menilai, koreksi harga minyak bisa terus berlanjut. Hitungan dia, harga akan bergerak di kisaran US$ 20 hingga US$ 50 per barel. "Kalau sebulan rata-rata turun US$ 20, ya, level terendah itu sangat mungkin tersentuh di semester I tahun ini," terang Tonny.
Mekanisme penentuan harga minyak saat ini dipengaruhi oleh kondisi yang melampaui supply and demand. Menurut Tony, ini juga terkait perseteruan antara AS-Eropa dengan Rusia. Seperti diketahui, Rusia mengandalkan pendapatan dari ekspor minyak. Ketika harga minyak turun, mata uang rubel Rusia ikut melemah.
Tapi Tonny bilang, stabilitas harga minyak akan ditentukan oleh kebijakan OPEC dengan negara eksportir non-OPEC. Jika ada titik temu terkait pengendalian produksi, harga minyak bisa stabil di US$ 50 per barel. Secara teknikal, harga minyak dunia diperkirakan tetap bearish.
Suluh bilang, candlestick sudah jauh di bawah moving average MA 10. Pun demikian dengan MACD yang berada di area negatif 306. Untuk itu, harga minyak sepekan ke depan akan bergerak di kisaran US$ 43-US$ 51 per barel. Sedangkan Tonny memprediksi, harga minyak sepekan ke depan bakal strongly bearish di US$ 44-US$ 52 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News