Reporter: Tedy Gumilar, Dina Farisah, Aceng Nursalim | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Sejak awal tahun, indeks-indeks saham yang berada di Bursa Efek Indonesia terus menanjak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun beberapa kali telah mencetak rekor baru. Hingga akhir Maret 2013, IHSG telah melejit 14,46%. Sementara, Jakarta Islamic Index (JII), yang terdiri dari saham-saham syariah, mampu mendaki 11,02%.
Namun, posisi ini tak mampu diikuti oleh produk reksadana indeks yang mengacu pada indeks-indeks tersebut. Tengok saja, imbal hasil reksadana milik PT Danareksa Investment Management (DIM) dan CIMB Principal Asset Management. Tahun ini, sampai dengan akhir Maret 2013, imbal hasil Danareksa Indeks Syariah hanya tumbuh sebesar 10,12%. Sedangkan, sepanjang Maret 2013, reksadana ini memberikan imbal hasil 2,08%.
Tak jauh berbeda, reksadana indeks CIMB-Principal Index IDX30 mencatatkan imbal hasil 13,24% sejak awal tahun hingga akhir Maret 2013. Padahal, IDX30 mampu menghasilkan imbal hasil sebesar 14,41%. Sedangkan sepanjang Maret 2013, CIMB Index IDX30 memberikan imbal hasil 0,98%, atau kalah tipis dari pertumbuhan IDX30 yang tercatat mencapai 1,40%.
Kecilnya return tersebut, menurut Direktur Danareksa Investment Management (DIM) Prihatmo Hari Mulyanto, lantaran saham-saham komoditas mendominasi portofolio JII. Seperti Anda ketahui, saham-saham dari sektor komoditas memang masih terpuruk akibat harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dan batubara belum membaik. Beruntung, kinerjanya terbantu oleh saham sektor keuangan.
Bukan masalah
Namun, perlu dicatat, lantaran termasuk instrumen investasi jangka panjang, fluktuasi indeks dalam jangka pendek harusnya tidak mempengaruhi keputusan investasi investor. Dus, Anda sebaiknya tidak buru-buru menjual reksadana hanya karena terpengaruh fluktuasi tersebut. “Kecuali target investasi investor memang sudah tercapai,” ujar Praska Pu-trantyo, analis pasar modal dari Infovesta Utama.
Pasalnya, reksadana indeks akan kurang efektif jika digunakan untuk tujuan jangka pendek. Apalagi, dengan kondisi IHSG yang sudah naik kemahal-an seperti sekarang, peluang terjadi koreksi minor terbuka lebar setiap saat.
Selain itu, investor mesti mempertimbangkan faktor biaya masuk dan pencairan reksadana. Catatan analis Infovesta Vilia Wati, rata-rata reksadana indeks membebankan biaya beli-jual sekitar 2%.
Untuk jangka panjang
Lantas, bagaimana jika kinerja reksadana indeks dilihat dari periode yang lebih panjang? Berkaca dari pengalaman sebelumnya, bukan hal yang mustahil, kinerja reksadana indeks bisa melampaui indeks saham yang menjadi acuannya. Contohnya, imbal hasil yang mampu disuguhkan reksadana milik DIM dan PT Kresna Asset Management.
Sepanjang 2012, Danareksa Indeks Syariah mampu menorehkan return 13,10%. Angka itu lebih tinggi daripada JII yang menjadi acuannya. Dalam setahun indeks saham-saham syariah itu naik 11,50%. Sementara Kresna Indeks 45 bisa mencetak imbal hasil sebesar 10,48% di 2012. Pencapaian tersebut melebihi kinerja indeks LQ45 yang hanya naik sebesar 9,63% dalam setahun.
Nah, tahun ini, kinerja reksadana indeks diperkirakan tetap bakal sejalan dengan acuannya. Praska memproyeksikan, secara rata-rata reksadana indeks bisa memberikan imbal hasil sebesar 14%–5% hingga akhir tahun ini. Asumsi tersebut sejalan dengan proyeksi pertumbuhan indeks LQ45, Bisnis-27, IDX-30, dan JII.
Proyeksi ini sudah memperhitungkan faktor sentimen global maupun domestik. Beberapa sentimen eksternal yang dimaksud adalah kelanjutan program pembelian kembali obligasi AS, masalah utang Uni Eropa, politik Italia, pemulihan China, dan pelonggaran kebijakan moneter Jepang.
Sementara dari domestik, inflasi yang cukup tinggi, pelemahan nilai tukar, serta berlanjutnya defisit neraca perdagangan merupakan beberapa faktor yang dapat mengganggu kinerja bursa saham.
Kurang diminati
Meski digadang-gadang mampu menjadi alternatif investasi, nyatanya minat manajer investasi (MI) menerbitkan reksadana indeks baru masih minim. Mereka lebih senang menerbitkan reksadana saham, campuran, atau reksadana terproteksi.
Sampai saat ini setidaknya baru ada satu MI yang mengumumkan niat menelurkan reksadana indeks tahun ini, yaitu PT Kresna Asset Management. Rencananya Kresna bakal merilis reksadana indeks syariah pada kuartal II tahun ini.
Presiden Direktur Kresna Asset Management Andreas Tanadjaya menyebut, reksadana indeks syariah racikannya bakal memiliki aset dasar saham-saham yang masuk dalam Jakarta Islamic Index (JII). Dus, instrumen ini pun diperkirakan bisa memberikan return sekitar 15% per tahun.
Jika tak ada aral melintang, Kresna akan menjadi satu-satunya MI di Indonesia yang memiliki lebih dari satu reksadana indeks. Sejak 2008 silam, mereka sudah menerbitkan Kresna Indeks 45 yang mengacu pada indeks LQ45.
Selain Kresna, PT Infovesta Utama mencatat, hanya ada empat MI lagi yang sudah menerbitkan reksadana jenis ini. Sebut saja, PT Danareksa Investment Management, CIMB Principal Asset Management, PG Asset Management, dan ada PT OSK Nusadana Asset Management.
Kalau disimak, masing-masing MI ini pun hanya punya satu produk reksadana indeks dengan umur yang belum cukup satu tahun. Sebut saja CIMB-Principal Index IDX30 milik CIMB yang baru diluncurkan pada 7 Desember 2012.
Vilia menengarai, rendahnya minat menerbitkan produk anyar karena investor kurang melirik reksadana jenis ini. Asal tahu, prinsip reksadana indeks adalah meniru isi portofolio dan pembobotan dari indeks acuannya. Kebijakan investasi reksadana indeks menempatkan dana kelolaan minimal 80% di saham-saham anggota indeks acuannya. Alhasil, return yang dihasilkan tidak akan jauh berbeda dengan indeks acuannya tersebut. “Jika acuan kinerja indeks di bawah rata-rata, peluang reksadana indeks untuk outperformed dibandingkan dengan reksadana lain juga kecil,” terang Vilia.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 29 - XVII, 2013 Reksadana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News