Reporter: Surtan PH Siahaan | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Festival diskon besar-besaran, Jakarta Great Sale, kembali digelar pada tahun ini. Ada 74 pusat perbelanjaan di Jakarta yang mengikuti event ini. Jakarta Great Sale juga menjadi masa panen bagi emiten-emiten ritel.
Tiga emiten yang bisa meraup untung dari event ini adalah PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Ketiganya kembali mengikuti ajang tahunan ini.
Festival diskon yang dimulai pada 1 Juni−14 Juli ini cukup sukses. Bahkan, tahun lalu bisa meraup omzet Rp 10 triliun. Sedangkan, tahun ini, panitia menargetkan pendapatan Rp 12 triliun.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada menilai, festival Jakarta Great Sale cukup positif bagi emiten ritel. Menurut dia, pagelaran diskon selalu sukses memancing minat belanja. Dia mencontohkan event midnight sale selalu ramai pengunjung. Alasannya, konsumen biasa menyimpan uang dan membelanjakan saat ada event diskon seperti Jakarta Great Sale. "Jumlah pengunjung mal biasanya naik pesat pada saat event diskon," kata dia, akhir pekan lalu. Reza memprediksi, festival belanja maupun event diskon biasa menjelang hari keagamaan dan bisa meningkatkan pendapatan emiten hingga 10%.
Analis Mandiri Sekuritas Adrian Joezer pun menilai, Jakarta Great Sale bisa meningkatkan pendapatan emiten ritel. Dia mencatat, secara umum pendapatan emiten ritel memang melonjak pada Juni-Agustus tahun ini. Pendapatan Ramayana tahun 2012, misalnya, tumbuh selama Januari hingga Mei. Per Juni saja, pendapatan RALS mencapai Rp 664,2 miliar atau tumbuh 23,5% dibandingkan per Mei Rp 537,6 miliar.
Bahkan, pendapatan RALS pada Juni 2012 melonjak 27%, yakni Rp 899,2 miliar, dibandingkan perolehan pada periode sama tahun 2011. Begitu juga pada bulan Agustus, RALS berhasil membukukan pendapatan Rp 1,55 triliun. Namun, pada bulan September 2012 justru hanya Rp 393 miliar.
Kepala Riset Bahana Sekuritas Harry Su mengatakan, secara historikal pendapatan emiten ritel pada kuartal II memang lebih baik dibandingkan kuartal I. "Hampir semua emiten ritel diuntungkan pada kuartal II," ujar dia.
Pasalnya, pada saat itu banyak momen yang meningkatkan daya beli masyarakat terutama hari keagamaan. Menurut catatan Harry, pendapatan dari toko yang sama pada Juni bisa tumbuh hingga 10% dibandingkan Mei.
Sementara, pencapaian bulan Juli bisa meningkat hingga 19% dibandingkan bulan Juni. Namun, menurut Harry, event Jakarta Great Sale tidak terlalu signifikan meningkatkan pendapatan emiten. "Saya nilai efeknya tidak terlalu besar," tegas dia.
Margin tergerus
Meski keuntungan dari pagelaran diskon cukup besar, Harry bilang, margin emiten bisa sedikit tergerus. Pasalnya, emiten harus membanderol harga yang miring dan menyusutkan perolehan laba. Maklum, event Jakarta Great Sales lebih untuk menarik minat belanja.
Emiten biasanya lebih menargetkan pertumbuhan penjualan dibanding margin. "Harapannya, penjualan bisa mencapai target," jelas Harry.
Namun, ada juga emiten yang masih mampu menjaga margin laba meski sedang diskon besar-besaran. Harry mencontohkan, MAPI sebagai emiten yang sukses menjaga margin. MAPI biasanya selalu menaikkan harga jika ongkos produksi membengkak. Menurut dia, ini menjadi sentimen cukup bagus. Pasalnya, tidak semua emiten bisa menjaga margin tetap baik.
Sementara, RALS lebih susah menjaga margin dibandingkan MAPI atau LPPF. Alasannya, segmen pasar RALS merupakan masyarakat dengan dengan daya beli terbatas. "Kalau harga naik, konsumen RALS bisa beralih belanja ke penjual pakaian bekas atau pakaian impor dari China berharga murah," ujar Harry.
Menurut Reza, festival diskon lebih berdampak bagus ketimbang menggerus margin emiten. Biasanya, emiten mengejar peningkatan target penjualan. Sebab, jika turn over barang semakin tinggi emiten memiliki posisi tawar meminta harga lebih murah pada pemasok.
Reza melihat, Jakarta Great Sale lebih akan menguntungkan bagi emiten dengan segmen pasar menengah ke atas dibandingkan emiten dengan pasar kelas bawah. Dia pun sependapat, konsumen RALS lebih menunggu momen belanja seperti lebaran ketimbang mengikuti festival belanja. Sebab, daya beli kelas ini lebih kuat jelas lebaran karena ada tambahan dana dari Tunjangan Hari Raya (THR) maupun bonus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News