Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Banyak emiten yang harus menderita lantaran rupiah melemah. Namun, ada juga emiten yang mendapat berkah di balik pelemahan rupiah. Menurut analis, emiten yang mendapat angin dari pelemahan rupiah adalah emiten sektor pertambangan dan perkebunan.
Dollar AS yang menguat cukup tinggi terhadap rupiah tentu akan mendongkrak pendapatan emiten komoditas tersebut. Sebab, umumnya produk sektor pertambangan dan perkebunan diekspor.Apalagi, akhir-akhir ini harga komoditas cenderung membaik.
Sejumlah analis menyebut, beberapa emiten yang menuai berkah diantaranya, PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP).
Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Arandi Nugraha mengatakan, kinerja emiten komoditas memang masih terpuruk lantaran rendahnya harga komoditas. Tapi, penguatan dollar AS tentu akan menopang kinerja emiten ini. "Dampaknya cukup signifikan," kata dia.
Bahkan, Arandi memperkirakan, pelemahan rupiah ini bisa mengangkat kinerja emiten perkebunan dan pertambangan di kuartal terakhir 2013. Cuma tak akan siginifikan mengangkat kinerja emiten dalam setahun. Ini karena, hampir semua kinerja emiten komoditas menurun pada kuartal I hingga kuartal III.
Wilim Hadiwijaya, analis Ciptadana Securities mengatakan, emiten yang mengandalkan penjualan ekspor akan sangat diuntungkan. Ia mencontohkan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang menjual 100% produksi tambangnya untuk pasar ekspor. Begitu juga dengan PT Timah Tbk (TINS) yang memiliki porsi penjualan 99% untuk ekspor. "Dampaknya cukup membantu, tapi hanya menahan agar kinerja tidak terlalu turun," kata Wilim.
Ia melihat, penyebab utama penurunan kinerja emiten sektor pertambangan dan perkebunan tetap harga komoditas yang rendah. Padahal, outlook harga komoditas seperti nikel hingga tahun depan masih mengkhawatirkan karena belum terlihat tanda-tanda kenaikan permintaan.
Namun, menurut Analis Trimegah Securities, Frederick Daniel, bagi emiten pertambangan terutama sektor batubara, efek pelemahan rupiah tidak akan signifikan dalam laporan keuangan emiten. "Laporan keuangan emiten batubara sudah dalam bentuk dollar AS, jadi tidak ada dampaknya," ujar dia.
Selain pelemahan rupiah, harga komoditas crude palm oil (CPO) dan batubara yang mulai membaik pada kuartal IV ini, lebih banyak menolong kinerja emiten sektor ini. Arandi mengatakan, harga CPO di akhir pekan lalu, mencapai RM 2.666 per ton atau naik 8,2% dari harga bulan sebelumnya.
Begitu juga harga batubara, saat ini sebesar US$ 82,8 per ton, menguat dibandingkan kuartal III 2013 lalu seharga US$ 78 per ton.
Tapi, Arandi memperkirakan, kenaikan harga komoditas tersebut hanya bersifat musiman. Permintaan CPO dan batubara memang tengah meningkat terutama dari China, India dan Eropa karena musim dingin.
Arandi memproyeksikan, harga batubara masih sulit untuk mencapai US$ 88-US$ 100 per ton di tahun depan. Apalagi, China menerapkan pajak impor batubara berkalori rendah sebesar 3%.
Analis Danareksa Sekuritas, Gabriella Maureen Natasha mengatakan, pada 2014 belum ada potensi perbaikan harga batubara yang signifikan. Emiten batubara hanya bisa melakukan efisiensi operasional bila ingin kinerja keuangannya lebih baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News