kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menimbang Instrumen Investasi yang Berikan Imbal Hasil Maksimal Saat Inflasi Tinggi


Minggu, 02 Oktober 2022 / 07:45 WIB
Menimbang Instrumen Investasi yang Berikan Imbal Hasil Maksimal Saat Inflasi Tinggi
ILUSTRASI. Menimbang Instrumen Investasi yang Berikan Imbal Hasil Maksimal Saat Inflasi Tinggi


Reporter: Ika Puspitasari, Dikky Setiawan | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selamat datang era inflasi tinggi. Kalimat satir ini, tampaknya, tidak berlebihan untuk menggambarkan kondisi ekonomi global saat ini. Tak terkecuali bagi Indonesia. Faktanya, laju inflasi di negeri ini diproyeksi bakal terus meninggi.

Bank Indonesia (BI) memprediksi laju inflasi tahun ini bisa mencapai 6,5% secara tahunan. Angka ini jauh lebih tinggi dari target inflasi pemerintah dan BI sebesar 3% plus minus 1%. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi salah satu pemicu lonjakan inflasi.

Jika ramalan BI itu terbukti, bukan mustahil, dampaknya akan merembet ke berbagai lini ekonomi masyarakat. Termasuk, dalam urusan membiakkan duit di instrumen investasi. Investor perlu mencari keranjang investasi yang cocok saat inflasi tinggi.

Praska Putrantyo, CEO Edvisor.id menyarankan, investor menanamkan modalnya pada sejumlah instrumen investasi agar tak tergerus inflasi. Menurutnya, jenis investasi pasar modal yang terbilang stabil saat inflasi tinggi adalah surat berharga negara (SBN) dan obligasi korporasi.

Baca Juga: Bukan Emas, Ini Investasi yang Paling Direkomendasikan Robert Kiyosaki

Alasannya, mengacu kurva imbal hasil, yield SBN dengan tenor pendek dapat mencapai 5%-7,3%. "Artinya, secara yield sudah berada di atas inflasi, meskipun dipangkas pajak," jelas Praska, Jumat (30/9).

Obligasi korporasi bahkan menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi ketimbang SBN. Akan tetapi, kata Praska, obligasi korporasi juga memiliki risiko gagal bayar. Dia mencontohkan obligasi dengan rating AAA, rata-rata yield-nya 8%-9%.

Selain itu, investor juga bisa melirik reksadana pendapatan tetap. Tapi, dana kelolaan reksadana ini harus banyak ditempatkan pada obligasi korporasi lantaran lebih stabil. Praska mengkhawatirkan SBN cukup terpengaruh oleh tekanan pasar.

Cuma, pelaku pasar harus mencermati dan memilih obligasi korporasi yang punya rekam jejak oke. Misalnya, fundamental si penerbit obligasi cukup kuat. Ini untuk menghindari risiko gagal bayar di tengah kenaikan suku bunga.

Baca Juga: Bill Gates dan Korea Selatan Perluas Kemitraan Kesehatan Global

Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting menimpali, untuk jangka pendek di bawah tiga tahun, obligasi menjadi pilihan tepat bagi investor. Sebab, tenor atau jangka waktu jatuh tempo pembayaran kupon obligasi sudah pasti.

Harga emas

Selain itu, imbal hasil obligasi rata-rata dipatok dengan kupon fixed atau tetap. Contohnya Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI022 yang baru ditawarkan Kementerian Keuangan pada Senin lalu (26/9).

Imbal hasil obligasi ORI022 dipatok 5,95% dengan masa jatuh tempo selama 3 tahun. Hanya saja, menurut Eko, imbal hasil di obligasi besarannya tidak jauh dari angka inflasi.

Namun, keuntungan berinvestasi di obligasi adalah imbal hasilnya bisa mengikuti tingkat suku bunga. "Ketika suku bunga naik, maka yield obligasi ikut naik. Jadi, keuntungan investor bisa lebih besar," katanya.




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×