Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tas Hermes Birkin yang terjual sekitar Rp 163 miliar dalam gelaran lelang Sotheby’s Fashion Icon di Paris beberapa waktu lalu menjadi perhatian. Namun, bagaimana prospek tas mewah sebagai barang investasi?
Pada umumnya, harga jual kembali tas bermerek memang menggiurkan, apalagi jika tas tersebut punya nilai khas yang sulit ditemukan pada tas lain.
Hal ini sejalan dengan pengalaman Rita Efendy, kolektor tas mewah yang telah mengoleksi lebih dari 50 tas branded. Tak hanya sebagai pecinta fesyen, Rita juga melihat tas mewah dari nilai investasinya.
Rita sendiri mulai melek dengan potensi investasi tas bermerek karena pengalaman pribadi menjual tas Chanel-nya 27 tahun lalu.
“Tas Chanel Classic Flap, saya beli tahun 1998 di harga Rp 3 juta. Lima tahun kemudian, saya jual seharga Rp 6 juta ini. Ini sudah terima bersih dari reseller,” ceritanya kepada Kontan, Rabu (16/7).
Baca Juga: Tas Birkin Hermes Pertama Laku Terjual di Lelang Sotheby Seharga Rp 163 Miliar
Selain itu, kolektor tas sejak tahun 1993 ini juga pernah menjual tas Louis Vuitton yang dibeli di Eropa dengan harga sekitar Rp 6 juta. Saat dijual kembali, Rita bilang, tas itu laku di level Rp 10 juta.
Menurutnya, tas yang langka biasanya jadi faktor-faktor yang mengerek nilai jual tas mewah. “Misalnya, tas dengan bahan exotic skin memiliki nilai yang kuat karena kelangkaan,” imbuh Rita.
Bahan yang tahan lama juga memengaruhi harga, lantaran perawatan yang lebih mudah. Misalnya, tas bahan kulit ikan pari (stringray leather) dari Fendi. “Selain nilai estetika, nilai investasinya juga tinggi karena bahannya mudah dirawat,” kata Rita.
Namun tak dimungkiri, merek masih menjadi penentu utama. Menurut Rita, ada beberapa merek mewah yang nilai jual kembalinya pun kurang bagus
Hingga kini, berdasarkan pengamatannya, Hermès masih jadi jenama dengan kinerja resale paling stabil, bahkan meningkat. Terutama Hermès Birkin dan Kelly. Mengetahui ini, selain karena masih suka dengan modelnya, Rita belum pernah menjual koleksi Hermès yang ia miliki.
Berdasarkan laporan Pursebop, pada tahun 2024, harga Hermès Birkin berada di posisi US$ 12.500 atau lebih dari Rp 195 juta. Dibanding tahun sebelumnya, harganya naik 7,7% secara tahunan dari sekitar Rp 180 juta.
Tas Preloved
Selain membeli baru, banyak kolektor juga melihat peluang cuan dari tas preloved. Selisih harga yang besar membuka ruang margin keuntungan saat dijual ulang. Apalagi, jika kondisi tas tetap terjaga dengan baik.
Francisca, penjual tas bermerek sekaligus Humas Senayan Preloved Branded Centre (SPBC) mengatakan, selisih harga tas baru dan preloved bisa mencapai 80%.
Untuk tas keluaran tahun terbaru, selisih harga biasanya sekitar 30%. Namun, jika tas branded keluaran yang lebih lama, selisihnya bisa berkisar antara 50% - 80%.
Baca Juga: Efek Tarif Trump, Harga Tas Hermes Akan Naik Bulan Depan
Sebagai penjual, Francisca pun melihat harga tas branded terus naik, meskipun laju kenaikannya tetap tergantung merek. Sebut saja, salah satu model tas Chanel yang pada 2020 seharga Rp 100 juta, kini sudah menembus Rp 185 juta.
“Jadi, kalau kita beli pada saat pandemi kemarin, kalau mau jual sekarang, bisa cuan,” ujarnya saat dihampiri Kontan di kawasan Senayan, Jakarta.
Namun, kondisi tas tetap harus diperhatikan, mulai dari bentuk, hingga sudut-sudutnya yang tetap rapi dan tidak terkikis.
Francisca melihat, model klasik dari sebuah tas punya peluang cuan yang lebih besar dibandingkan tas seasonal, terlepas jenamanya.
“Kalau limited edition, biasanya hanya orang tertentu yang suka, sehingga value jual kembalinya langsung habis,” tuturnya yang sudah berjualan tas mewah sejak 2009 itu.
Sebagai gambaran, kata Francisca, tas branded klasik umumnya masih bisa dijual kembali dengan harga minimal 20% lebih tinggi dari harga beli.
Alternatif Investasi Berisiko Tinggi
Perencana keuangan Finansialku, Melvin Mumpuni mengatakan, fenomena investasi tas mewah mulai berkembang di Indonesia. Meskipun, masih dalam skala kolektor atau kalangan berpenghasilan tinggi.
“Tas branded lebih cocok dikategorikan sebagai alternatif investasi berisiko tinggi, dengan potensi apresiasi yang selektif,” kata Melvin.
Sebagai alat investasi, Melvin mencermati, hanya tas yang langka, ikonik, dan sulit diakses yang punya potensi apresiasi nilai. Ada pula kondisi-kondisi tertentu, seperti model yang discontinued dan permintaan tinggi saat penawaran rendah.
“Tas Hermès Birkin, misalnya, memiliki rekam jejak apresiasi yang konsisten karena kelangkaannya dan kontrol distribusi oleh pihak jenama,” imbuhnya.
Baca Juga: LVMH Melemah, Hermes Resmi Jadi Brand Mewah Paling Berharga di Dunia
Selain itu, ia menyorot tas branded sebagai aset yang tidak likuid kecuali digadaikan. Tas juga tidak menghasilkan dividen atau bunga, jadi return murni berasal dari harga jual kembali.
Perlu diketahui, secara umum, sebagian besar tas branded akan mengalami penurunan nilai setelah pembelian pertama.
Ia menyarankan, jika ingin berinvestasi dengan mengoleksi tas branded, pastikan hanya sebagian kecil dari portofolio, maksimal 5–10%. “Mengingat, tas branded bukan aset yang produktif,” kata Melvin.
Selanjutnya: Promo Indomaret Weekend Terbaru, Frisian Flag dan Sunlight Harga Hemat 20%
Menarik Dibaca: Promo BNI x Holland Bakery 19-20 Juli 2025, Cukup Bayar 79%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News