kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Menilik Masa Depan Obligasi Berlandaskan Keberlanjutan di Indonesia


Kamis, 19 Oktober 2023 / 20:09 WIB
Menilik Masa Depan Obligasi Berlandaskan Keberlanjutan di Indonesia
ILUSTRASI. Obligasi berkelanjutan akan menjadi masa depan baru bagi pasar modal Indonesia.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Obligasi berlandaskan keberlanjutan akan menjadi masa depan baru bagi pasar modal Indonesia. Hal itu ditegaskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat Pertemuan ACMF ke-39 pada tanggal 16-17 Oktober 2023 di Badung, Bali.  

Obligasi berkelanjutan yang dimaksud adalah Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) Berlandaskan Keberlanjutan. Obligasi ini mencakup green bonds, social bonds, sustainability bonds, obligasi terkait sustainability, dan transition bonds.

Dalam perkembangannya, blue bonds atau obligasi biru juga akan segera dikembangkan. Sebagai informasi, blue bonds adalah obligasi atau surat utang yang berwawasan kelautan. Konsepnya hampir mirip dengan green bonds.

Dalam sambutan di ACMF 2023, Senior Director Asian Development Bank (ADB) Christine Engstrom mengatakan, pasar obligasi berlandaskan keberlanjutan di Asia Tenggara masih perlu dikembangkan. 

“Hal ini untuk memenuhi kebutuhan pendanaan bagi perekonomian negara di Asia Tenggara untuk berbagai tujuan pembangunan berkelanjutan,” ujar dia dalam kesempatan tersebut, Selasa (17/10).

Baca Juga: Penawaran ORI024 Diminati Masyarakat, Begini Penjualan di BRI dan BNI

Menurut Engstorm, pasar modal di Asia Tenggara mengalami peningkatan dalam ukuran kesepakatan dan tenor, serta ragam jenis obligasi berlandaskan keberlanjutan.

“Dari US$ 0,25 miliar pada tahun 2016 menjadi US$ 6,75 miliar pada tahun 2021, sehingga total obligasi berkelanjutan menjadi sekitar US$ 24 miliar. Ini merupakan angka yang sangat mengesankan, tapi jalan kita masih panjang,” tutur dia.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan bahwa semua peluang terkait pasar modal berkelanjutan harus ditelusuri lebih lanjut.

“Semua kesempatan itu tentu harus gali kita. Apalagi lautan kita cukup luas,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Baca Juga: Ketidakpastian Global Masih Tinggi, Ini Pesan Gubernur BI

Namun, kata Inarno, pertemuan ACMF 2023 belum membahas soal blue bonds. Dalam pertemuan yang diketuai oleh OJK tersebut, para regulator dari 10 negara ASEAN lebih membahas terkait green bond, sustainable bond, sustainability bond, dan sustainable green bond.

Regulasi terkait ragam obligasi berkelanjutan itu diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) Berlandaskan Keberlanjutan yang baru saja diterbitkan.

“Kami juga menambahkan obligasi berkelanjutan yang bersifat syariah (dalam POJK 18/2023),” paparnya.

Baca Juga: Pasar Surat Utang Domestik Masih Tertekan Lonjakan Yield Obligasi AS

OJK juga mengapresiasi PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) yang kemarin telah mendaftarkan diri untuk menerbitkan social bonds (obligasi sosial). 

“SMF siap mencatatkan sejarah dengan menerbitkan obligasi sosial pertama di Indonesia, yang memungkinkan perusahaan memenuhi komitmennya dalam membangun rumah dan mengubah kehidupan banyak orang," papar Inarno.

Didukung ADB, SMF akan menerbitkan model instrumen baik konvensional maupun syariah, yakni social bond dan sukuk musyarakah. "Jumlah maksimum untuk bayangan konvensional adalah setara dengan sekitar Rp 8 triliun dan sekitar US$ 530 juta dan syariahnya Rp 1,5 triliun kurang lebih US$ 100 juta," ujar Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo dalam kesempatan yang sama.

Ananta mengungkapnya, 100% dari dana yang diperoleh dari obligasi sosial akan digunakan untuk mendukung Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sebab, saat ini masih terjadi kekurangan kepemilikan rumah (backlog) di Indonesia yang sudah mencapai 12,7 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×