kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Menghitung efek stabilisasi harga IPO


Senin, 15 Juli 2013 / 06:44 WIB
Menghitung efek stabilisasi harga IPO
ILUSTRASI. Makanan yang Baik untuk Kesehatan Ginjal


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Avanty Nurdiana

JAKARTA. Harga beberapa emiten yang baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) menurun. Stabilisasi harga initial public offering (IPO) pun mulai dilakukan oleh agen stabilisasi. Namun, stabilisasi harga itu belum berhasil mengerek harga saham.

Saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), misalnya. Saham yang diperdagangkan mulai 26 Juni ini terdiskon 14% dari harga IPO Rp 5.500 ke Rp 4.725 per saham, Jumat (12/7). SRTG belum pernah ke harga perdananya.

Laporannya ke BEI, SRTG, melalui agen stabilisasi PT UBS Securities Indonesia membeli 15,082 juta saham. Itu setara 75,1% dari total 20,083 juta saham SRTG yang berhak dibeli oleh UBS. Nilai akumulasi beli saham hingga 11 Juli Rp 72,48 miliar. Artinya, UBS membeli saham SRTG di Rp 4.806.

Nasib berbeda dialami emiten yang belum lama ini melakukan IPO, yakni PT Acset Indonusa Tbk (ACST). Saat ini pergerakan saham ACST cenderung meningkat. Pada perdagangan Jumat (12/7) lalu, harga ACST mencapai Rp 2.800, naik dari harga perdananya Rp 2.500. Dus, Kim Eng Securities sebagai penjamin emisi ACST belum perlu melakukan stabilisasi harga. Padahal, Kim Eng memiliki hak untuk melakukan stabilisasi 5 juta saham ACST.

Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) Hoesen mengatakan, dalam IPO, penjamin emisi efek berhak melakukan stabilisasi harga saham agar saham perdana tak langsung anjlok saat kondisi IHSG tidak mendukung. "Tidak dibatasi berhak stabilisasi berapa persen saham, tergantung kesepakatan saja," jelas dia.

Menurut Hoesen, stabilisasi harga bergantung kemampuan dana perusahaan penjamin emisi. "Dana untuk stabilisasi harga biasanya terbatas. Jika dananya sudah habis, pergerakan akan tergantung pasar," tutur dia.

Stabilisasi tak cukup

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, stabilisasi harga tidak menjamin pergerakan harga semakin kuat. Stabilisasi harga hanya untuk menjaga agar penurunan harga tidak terlalu dalam. Penggerak utama harga saham IPO kembali ke sentimen pasar dan minat investor pada saham yang bersangkutan.

Stabilisasi akan sulit mengerek harga apabila saham yang dilepas terlalu besar. Kemampuan penjamin emisi untuk mengerek harga pun menjadi terbatas. "Stabilisasi harga tidak cukup," jelas dia.

Pengamat Pasar Modal Lucky Bayu Purnomo mengatakan, penurunan harga saham menjadi konsekuensi perusahaan yang sudah bersedia melantai di bursa. Pasalnya, apresiasi pelaku pasar bukan berasal dari pemangku kepentingan lagi. Kondisi pasar rawan koreksi sulit dihindari. "Ke depannya, masih ada potensi koreksi sejumlah saham, karena IHSG turun," kata dia.

Lucky bilang, beberapa saham IPO memang masih rentan tertekan sentimen regional yang memberatkan IHSG. Namun, dia masih yakin, kenaikan yang cukup besar akan terjadi untuk saham-saham baru sektor perbankan dan konstruksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×