kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meneropong efek holding BUMN


Senin, 18 April 2016 / 11:06 WIB
Meneropong efek holding BUMN


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sejak tahun lalu, investor getol memburu saham-saham emiten badan usaha milik negara (BUMN), terutama karena banyaknya proyek pemerintah yang sedang berjalan.

Namun, laju kenaikan harga saham pelat merah mulai tertahan, menanti kejelasan proses pembentukan holding emiten-emiten milik negara ini. Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, realisasi pembentukan holding (induk usaha) enam sektor usaha BUMN tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP).

Aturan ini ditargetkan terbit akhir Juli 2016. Meski tinggal menghitung bulan, belum semua skema holding BUMN terang benderang.

David Nathanael Sutyanto, Kepala Riset First Asia Capital, menilai, pembentukan induk usaha BUMN akan membuat kinerja emiten BUMN membaik. Sudah sewajarnya Indonesia memiliki holding, seperti Temasek Holding Singapura dan model ala China yang sudah membentuk holding perusahaan plat merah.

Namun saat ini dampaknya belum tampak. Valuasi saham juga belum bisa terukur karena belum jelas perusahaan mana yang akan mengakuisisi. "Saat ini belum bisa ditentukan saham yang layak beli karena menunggu skema holding," tandas David, kemarin.

Reza Priyambada, Kepala Riset NH Korindo mengatakan, hampir semua saham BUMN akan terkena dampak pembentukan holding BUMN. Dengan pembentukan holding, akan tercipta koordinasi dan pengawasan satu pintu.

Reza melihat ada sejumlah emiten yang potensial terangkat agenda pembentukan holding BUMN. "Dari perbankan, BBRI berpotensi, nasabahnya banyak," kata Reza.

Sedangkan di sektor konstruksi, Reza merekomendasikan buy saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT PP Tbk (PTPP). Sebab keduanya agresif mengejar kontrak dibanding emiten BUMN konstruksi lain.

Reza merekomendasikan beli WSKT dengan target Rp 2.450 dan PTPP pada posisi Rp 4.000. Namun, tak semua emiten pelat merah bisa dikoleksi. Reza melihat, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan PT Timah Tbk (TINS) merupakan saham-saham yang perlu dihindari sementara waktu. Dengan harga baja yang rendah, sulit menerawang potensi KRAS.

GIAA tengah terpercik sentimen positif penurunan harga minyak. Namun, kabar positif itu tidak menurunkan harga minyak domestik, sehingga belum dapat dilihat imbasnya ke GIAA.

Janson Nasrial, Head of Institutional Equity MNC Securities menyatakan masih sulit mengukur dampaknya karena masih menunggu persetujuan DPR. Tapi dia melihat PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) terpapar sentimen positif jika berkonsolidasi dengan Pertamina.

"PGAS dapat keuntungan dari Pertagas karena bisa dapat distribusi gas lagi," kata Janson. Pertambahan volume distribusi itu mengerek kinerja PGAS. Menurut Janson, belum ada saham yang dihindari.

Kinerja dan potensi emiten masih bagus, akibat beleid bunga single digit. "Wacana holding BUMN masih lama, mestinya kebijakan bunga rendah lebih cepat terealisasi," kata Jenson.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×