kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mencuil peluang dari surat utang


Kamis, 10 September 2015 / 10:55 WIB
Mencuil peluang dari surat utang


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Koreksi pasar saham memaksa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak kinerja negatif tahun ini. Buruknya kinerja saham membuat manajer investasi lebih getol menerbitkan reksadana pendapatan tetap.

Salah satunya BNI Asset Management yang menerbitkan reksadana Asana Central. "Reksadana anyar tersebut kami luncurkan pekan lalu," ujar Head of Investment BNI Asset Management Hanif Mantiq, Selasa (8/9).

Manajer investasi lain yang berniat menerbitkan reksadana pendapatan tetap adalah PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM). Perusahaan ini menerbitkan Batavia Obligasi Platinum. Produk ini telah memperoleh izin efektif dari Otoritas Jasa Keuangan Agustus lalu.

Direktur Utama BPAM Lilis Setiadi pernah menyebut memang tak membidik penerbitan reksadana beraset dasar instrumen agresif seperti saham tahun ini. Kondisi pasar saham yang fluktuatif tentu menjadi salah satu alasannya.

BPAM juga merasa reksadana sahamnya cukup lengkap. "Sebenarnya kami belum memiliki reksadana tematik saham, tapi dengan kondisi pasar saat ini, likuiditas aset dasar reksadana tematik jadi terbatas," ujar Lilis.

Bagaimana jeroan kedua reksadana pendapatan tetap baru ini? Chief Investment Officer BPAM Agung Budiono bilang reksadananya menggunakan obligasi korporasi dengan rating minimal AA sebagai isi portofolio. "Dengan rating ini, obligasi memiliki likuiditas bagus serta potensi gagal bayar jauh," tutur dia. BPAM melirik obligasi dari sektor multiifinance.

Sementara BNI Asset Management menerapkan strategi yang mengombinasikan obligasi pemerintah dan korporasi sebagai aset dasar produk ini. BNI memilih obligasi dengan durasi 3–4. Artinya, obligasi yang dipilih memiliki risiko fluktuasi harga menengah. "Komposisinya seimbang, 50% SUN dan 50% obligasi korporasi," ujar Hanif.

Untuk obligasi korporasi, BNI memilih surat utang bertenor pendek di bawah satu tahun. Menurut Hanif, strategi ini menguntungkan karena yield yang diperoleh jadi lebih tinggi saat jatuh tempo. Seperti diketahui, harga obligasi akan at par saat jatuh tempo.

Targetnya, reksadana ini bisa memberi return sekitar 4% hingga akhir tahun. Selain return dari pengelolaan reksadana, investor juga akan mendapatkan bagi hasil dari pendapatan kupon obligasi.

Bagi  hasil akan dibagi sesuai obligasi yang menjadi aset dasar reksadana. Untuk obligasi korporasi, akan memberikan imbal hasil setiap tiga bulan. Sedangkan obligasi pemerintah setiap enam bulan. "Sehingga secara NAB per unit mungkin tahun ini tidak naik signifikan, tapi investor tetap akan memperoleh bagi hasil," ujar Hanif.

Strategi ini diklaim akan menguntungkan bagi investor yang menginginkan imbal hasil tetap dan lebih pasti. Investor akan memperoleh cash flow tanpa harus merealisasikan keuntungan di reksadana. Produk ini menyasar investor usia 50 hingga 55 tahun.

Hingga akhir tahun, produk ini ditargetkan bisa menggenggam dana kelolaan sekitar Rp 200 miliar. "Saat ini sudah masuk dana sekitar Rp 100 miliar," kata Hanif.

Return menarik

Analis Infovesta Utama Viliawati mengatakan reksadana pendapatan tetap memiliki prospek baik. Produk ini berpotensi membagikan return sekitar 2%–4% secara year on year (yoy) di akhir 2015.

Asumsi tersebut di atas rata-rata return reksadana saham yang diperkirakan bakal merosot 6%–9%. Demikian juga dengan rata-rata return reksadana campuran yang diprediksi turun sekitar 5%–2% tahun ini.

Hanif yakin kinerja reksadana pendapatan tetap akan menarik, ditopang membaiknya pasar obligasi. Pasalnya, investor sudah mengantisipasi rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat. "Kebijakan The Fed sudah priced in di harga sekarang, di mana kenaikan yield sudah sangat tinggi," kata dia. Yield SUN bertenor 10 tahun saat ini sudah mencapai 9%.

Sedang reksadana saham dan campuran masih belum bisa mencetak kinerja positif. "Belum ada sentimen positif dari sisi fundamental yang menggerakkan bursa saham," ujar Vilia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×