kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Menakar Peluang Fenomena Sell In May and Go Away Pada Tahun Ini


Jumat, 29 April 2022 / 18:30 WIB
Menakar Peluang Fenomena Sell In May and Go Away Pada Tahun Ini
ILUSTRASI. Pekerja melintas di samping layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta,


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di pengujung April ini istilah Sell in May and Go Away mulai terdengar. Fenomena ini menggambarkan aksi investor akan cenderung melakukan aksi jual pada Mei untuk menghindari penurunan kinerja pasar modal.

Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menerangkan, Sell in May merupakan fenomena, yang mana pada umumnya di Mei sampai Agustus indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami koreksi.

Namun secara historis, IHSG paling sering turun pada Agustus yang disebabkan salah satunya ada inflasi pada Juli seiring dengan tahun ajaran baru.

Baca Juga: Net Buy Asing Capai Rp 25,38 Triliun Dalam Sepekan, Ini Saham Incaran Asing

"Namun demikian tidak ada jaminan bahwa hal yang sama akan terulang tahun ini mengingat tren yang ada adalah bullish akibat pemulihan ekonomi dan naiknya harga komoditas," ucap Wawan saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (27/4).

Untuk tahun ini, Wawan menilai kebijakan pemerintah dalam menetapkan level PPKM pasca mudik Lebaran dan keputusan The Fed menaikkan suku bunga menjadi dua sentimen pemicu Sell in May.

Namun, jika nanti kondisi masyarakat terjaga ada kemungkinan aliran dana investor akan terus mengalir.

"Bila ternyata kondisi kesehatan masyarakat masih terkendali pasca mudik saya melihat ini justru memicu masuknya investor ke pasar saham dan menahan fenomena Sell in May," imbuhnya.

Sementara itu, Analis Erdikha Elit Sekuritas Ivan Kasulthan menuturkan fenomena Sell in May ini dalam 5 tahun terakhir biasa terjadi dengan tingkat probabilitas 60%. Fenomena ini biasanya terjadi setelah rilis laporan keuangan emiten untuk Kuartal I emiten.

Ditambah aksi profit taking oleh manajer investasi yang sudah melakukan akumulasi pada window dressing sehingga membebani penguatan IHSG di bulan Mei.

"Fenomena Sell in May and Go Away di tahun ini berpotensi terjadi karena adanya beberapa sentimen negatif yang dapat membuat indeks terkoreksi di bulan Mei nanti," jelas Ivan kepada Kontan belum lama ini.

Baca Juga: IHSG Bergerak Variatif, Kapitalisasi Pasar Meningkat Dalam Sepekan

Pertama, kebijakan moneter terhadap kenaikan suku bunga The Fed yang akan berpotensi naik di bulan Mei akibat tidak terkendalinya tingkat inflasi di Amerika Serikat. Kedua, lockdown di China yang dapat menghambat aktivitas ekonomi internasional.

Tidak hanya, itu sentimen lainnya yang juga masih menjadi perhatian yaitu hubungan antara Rusia dan Ukraina yang masih belum menemukan titik terangnya. Selama masih terjadi kekacauan di sana maka dampaknya yang sangat terasa yaitu kepada harga komoditas

Lebih lanjut, Ivan menyebutkan saham JPFA, UNVR, MYOR, LPPF, CTRA dapat dicermati untuk mengantisipasi fenomena Sell in May and Go Away ini.

Sementara, Wawan menyarankan sepanjang tahun ini untuk fokus pada sektor penggerak ekonomi seperti bank, sektor yang tahan pandemi seperti Telko dan yang sedang naik daun yakni komoditas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×