Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Belakangan ini, nilai tukar rupiah semakin kuat terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini tentunya memberi efek positif bagi emiten yang memiliki tumpukan utang dalam valuta asing. Salah satunya, raksasa mie instan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Sepanjang tahun lalu, INDF mencetak laba bersih Rp 2,08 triliun. Jumlah ini melonjak 100,7% dari laba bersih 2008. Melesatnya laba bersih INDF bukan lantaran membaiknya angka penjualan. Tapi lebih didongkrak oleh keuntungan selisih kurs selama 2009.
Pada tahun lalu, INDF mengantongi laba kurs Rp 731,03 miliar. Posisi rupiah yang digunakan di level Rp 9.500 per dollar AS. Sedangkan selama 2008 mereka menderita kerugian kurs Rp 713,13 miliar.
Sejak awal tahun ini sampai kemarin, nilai tukar rupiah rata-rata Rp 9.238 per dollar AS. Dus, menanjaknya laju rupiah berpeluang melambungkan kinerja Indofood.
Kepala Riset Bahana Securities, Harry Su, bilang, penguatan rupiah terhadap dollar AS membawa sentimen positif ke kinerja INDF. Sebab, emiten ini masih punya utang dollar AS yang cukup besar.
Hanya saja, menurut Harry, keperkasaan rupiah tak terlalu membantu operasional Indofood. Sebab, mereka juga memiliki pendapatan dalam bentuk dollar AS. Yakni, penjualan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
"Kontribusi pendapatan dari penjualan CPO sekitar 40% dari total pendapatan. Sedangkan dari divisi makanan seperti Bogasari dan mie instan mencapai 60%," papar Harry.
Hal serupa disampaikan Ratna Liem, analis Mega Capital Indonesia. Menurut dia, keperkasaan mata uang garuda terhadap dollar AS sepanjang tahun lalu sangat dominan dalam menyokong kinerja keuangan Indofood.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Joseph Pangaribuan, juga melihat Indofood terus mengembangkan unit bisnis mie instannya. Misalnya, ada inovasi dalam produknya. "Mereka menambah produk mie gelas," ujarnya.
Efek divestasi unit
Kinerja Indofood juga ditopang anak usahanya, Indolakto, selaku produsen susu cap Enaak dan Indoeskrim. Apalagi, Indofood akan membangun pabrik susu pada 2011.
Namun, Harry memprediksi, margin Indofood akan cenderung menurun. Sebab, ongkos produksinya bakal naik, terutama dari biaya pengemasan. Padahal INDF tidak bisa mengontrol harga jual produknya lantaran ketatnya kompetisi.
Harry menghitung, tahun ini INDF hanya mengantongi pendapatan Rp 38,7 triliun, naik tipis 4,2% dari pendapatan 2009. Laba bersih pun diprediksi melorot 11,58% menjadi Rp 1,86 triliun.
Tekanan kinerja INDF bakal makin meluas. Sebab, INDF berencana melepas divisi consumer branded product (CBP). Skemanya, investor bisa membeli langsung saham ini. Atau opsi lain, investor memilih bisnis CPO lewat pembelian langsung saham PP London Sumatra Indonesia (LSIP), anak usaha INDF.
Dus, Harry menyarankan tahan saham INDF dengan target Rp 3.550 per saham. Joseph juga merekomendasikan sama dengan target Rp 4.000 per saham. Adapun Ratna menyarankan beli dengan target Rp 4.150 per saham. Kemarin (13/4), harga saham INDF naik tipis 0,65% ke Rp 3.850 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News