Reporter: Dityasa H Forddanta, Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pidato Presiden Amerika Serikat Donald Trump menekan pasar saham global. Untungnya, Trump effect tidak menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlalu dalam.
Analis Panin Sekuritas Frederik Rasali menilai, pidato Trump kemarin hanya lebih ke komentar daripada fokus pada rencana kerja atau pengambilan keputusan. "Maka kami simpulkan hal tersebut tidak memberikan dampak signifikan," ujar dia.
Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada menambahkan, indeks saham lokal kemarin melemah 0,16% ke level 5,292.75. Penurunan ini memang dipicu pernyataan Trump. Tapi, efek tersebut tidak mengenai IHSG secara langsung.
Sehari sebelum pidato, mayoritas saham global, khususnya Eropa, ditutup menguat. Saat perdagangan kawasan ini ditutup, pasar Asia baru buka. Inilah mengapa bursa saham Asia, termasuk IHSG, sempat menguat hingga pertengahan sesi kedua perdagangan Kamis (12/1).
Selama perdagangan Kamis ini pula Trump berpidato. Tapi, pidato itu dinilai minim sentimen. Selain rencana perubahan Obamacare, tak ada isi pidato dengan angle seksi yang menunjukkan apakah Trump akan benar-benar merealisasikan kebijakan yang diwacanakan selama kampanye yang cenderung protektif.
Karena penjelasan seputar program fiskal dan ekonomi minim, alhasil pelaku pasar kembali teringat pada tabiat dan wacana kebijakan Trump yang kontroversial selama kampanye di Pilpres AS. Ini memicu mayoritas bursa saham Eropa ditutup melemah setelah pidato Trump.
"Melihat bursa Eropa kurang bergairah, bursa Asia mengekor penurunan itu," jelas Reza.
Melihat kondisi seperti ini, Reza memprediksi pergerakan IHSG beberapa waktu ke depan masih tidak jauh berbeda dengan pergerakan saat ini. Tapi investor tidak perlu khawatir. Jika mengacu pada fundamental dalam negeri, IHSG berpotensi bergerak positif.
Frederik masih optimistis IHSG pada tahun ini bisa menyentuh level 6.250. Pendorongnya adalah kebijakan amnesti pajak. Jika program ini sukses, perekonomian nasional jauh lebih menggeliat.
Prospek rupiah
Berbeda dengan pasar saham, nilai tukar rupiah justru menguat di tengah kekecewaan pasar terhadap pidato Trump. Pelaku pasar memang menantikan rincian kebijakan ekonomi AS di bawah kepemimpinan Trump.
Di pasar spot, kemarin, kurs rupiah menguat 0,29% ke level Rp 13.281 per dollar AS. Adapun kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan rupiah menguat 0,29% ke Rp 13.288 per dollar AS.
Analis Pasar Uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto menyebut, pasar valas tengah dirundung ketidakpastian gara-gara Donald Trump tidak menjelaskan secara rinci kebijakan yang akan diambil setelah resmi menduduki kursi presiden AS.
"Pidato Trump pada pelantikan 20 Januari mendatang kemungkinan juga belum akan memberikan gambaran jelas terkait kebijakannya," papar Rully.
Beberapa analis global telah mempertegas kecemasan mengenai rencana kebijakan ekonomi Trump, termasuk hubungan dengan Tiongkok dan aktivitas ekonomi dalam negeri. Lantaran belum ada kejelasan, dollar AS melemah, sehingga nilai tukar rupiah terkerek naik.
Kini pasar menanti pengumuman kabinet pemerintahan Trump. "Pelaku pasar menilai kebijakan Trump akan ekspansif, tetapi belum bisa terlihat di tahun pertama," imbuh Rully.
Dengan demikian, kenaikan suku bunga The Fed tahun ini juga tidak akan sebanyak rencana awal. Bila kondisi ini berlanjut, rupiah bisa lanjut menguat. Tapi penguatan akan terbatas.
Pasalnya, ada beberapa agenda yang bisa mempengaruhi rupiah. Dari dalam negeri, kondisi politik menjelang Pilkada DKI Jakarta perlu diwaspadai. Dari luar, ada proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) pada Maret nanti.
Sebelum pelantikan Trump, Rully memperkirakan rupiah akan bergerak antara Rp 13.250-Rp 13.400 per dollar AS. Akhir kuartal I-2017, rupiah diprediksi bergerak antara Rp 13.250- Rp 13.450 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News