Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Sofyan Hidayat
JAKARTA. Tekanan di pasar obligasi menjelang pemilihan presiden (pilpres) bisa memangkas kinerja reksadana yang beraset dasar obligasi. Agar tidak buntung, manajer investasi mengatur ulang strategi investasinya. Salah satu cara yang ditempuh adalah denganĀ mempersingkat durasi obligasi agar tekanan berkurang.
Data Infovesta Utama menunjukkan, rata-rata imbal hasil atau return reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran jauh tertinggal dibandingkan reksadana saham. Kedua jenis reksadana itu paling banyak menjadikan obligasi sebagai aset dasar.
Rata-rata return reksadana pendapatan tetap atau Infovesta Fixed Income Fund Index secara year to date hingga akhir Mei 2014 tercatat 3,95%. Sedangkan rata-rata return reksadana campuran atau Infovesta Balance Fund Index 10,73%.
Sekadar informasi, harga obligasi bertenor pendek dan menengah tidak turun sedalam obligasi bertenor panjang saat pasar berfluktuasi. Selain itu, tenor pendek dan menengah memiliki risiko lebih rendah ketimbang yang bertenor panjang.
Salah satu manajer investasi yang menerapkan strategi memperpendek durasi obligasi adalah PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI). Direktur MMI, Wendy Isnandar mengatakan pihaknya menerapkan strategi alokasi aset dan durasi yang neutral to underweight terhadap obligasi. Adapun instrumen pilihan utamanya adalah obligasi pemerintah seri acuan atau benchmark.
Tapi perusahaan juga mengambil obligasi korporasi jangka pendek dan menengah dengan kupon menarik untuk mendorong return reksadana. "Obligasi korporasi diambil dengan mempertimbangkan rating, tingkat likuiditas dan kredibilitas dari emiten," tutur Wendy baru-baru ini.
Samuel Asset Manajemen (SAM) juga menerapkan strategi yang sama.
Senior Fixed Income Portfolio Manager SAM, Herbie Mohede mengatakan, sumber return reksadana berbasis obligasi berasal dari kupon dan keuntungan dari pergerakan harga atau capital gain. Apabila harga turun, maka akan mengalami capital loss, sehingga return reksadana juga akan terseok.
Oleh karena itu, pihaknya kini juga menyesuaikan durasi. Untuk surat berharga negara, pihaknya mengincar seri-seri bertenor pendek dan menengah lima hingga sepuluh tahun. Adapun untuk obligasi korporasi dipilih seri bertenor tiga tahun. "Kami juga membeli obligasi-obligasi korporasi yang memberikan kupon tinggi untuk menopang return reksadana," tutur dia.
Masih fluktuasi
Sepanjang Mei 2014 lalu, salah satu reksadana pendapatan tetap kelolaan SAM, yakni SAM Sukuk Syariah Sejahtera berkinerja minus 1,59%. Menurut Herdi, penurunan tersebut disebabkan oleh koreksi pada obligasi syariah atau sukuk bertenor panjang. "Saat itu, sekitar 60% dari portfolio SAM Sukuk Syariah Sejahtera merupakan sukuk tenor panjang," tutur Herbie
Direktur Panin Asset Management, Ridwan Soetedja mengatakan, pihaknya menempatkan portfolio pada obligasi tenor menengah. Strategi lain, dia lebih memilih obligasi pemerintah yang lebih likuid dibandingkan obligasi korporasi. Alokasi aset di obligasi pemerintah sendiri sekitar 40%. "Kami melihat secara jangka panjang reksadana pendapatan tetap masih tetap bagus," tutur Ridwan.
Untuk reksadana pendapatan tetap, Wendy memperkirakan kinerjanya tahun ini masih cenderung berfluktuasi. Maklum, obligasi sebagai aset dasar produk tersebut masih akan mengalami volatilitas yang tinggi.
Dia menuturkan, sejumlah faktor yang akan memicu volatilitas di pasar obligasi di antaranya adalah volatilitas rupiah serta kondisi politik jelang pilpres. Rencana pemerintah, menambah target penerbitan surat utang pada tahun 2014, juga bisa menekan pasar obligasi domestik dalam jangka pendek.
Demikian juga dengan faktor global. "Seperti rencana pengurangan secara bertahap stimulus pada sistem perekonomian Amerika Serikat yang akan diikuti dengan rencana kenaikan tingkat suku bunga acuan," papar Wendy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News