kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memilih Aset Investasi Aman Alias Safe Haven di Tengah Lonjakan Inflasi AS


Minggu, 17 Juli 2022 / 13:22 WIB
Memilih Aset Investasi Aman Alias Safe Haven di Tengah Lonjakan Inflasi AS
ILUSTRASI. Inflasi Amerika Serikat (AS) pada Juni 2022 kembali melonjak, tercatat sebesar 9,1% secara tahunan. Di tengah lonjakan inflasi AS, aset-aset safe haven bisa jadi pilihan investasi. Seperti dolar AS dan emas.


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi Amerika Serikat (AS) pada Juni 2022 kembali melonjak, tercatat sebesar 9,1% secara tahunan. Di tengah lonjakan inflasi AS, aset-aset safe haven bisa jadi pilihan investasi. Seperti dolar AS dan emas.

Laju inflasi tahunan AS menjadi yang tertinggi sejak November 1981. Lonjakan inflasi AS didorong kenaikan harga bensin yang mencapai 11,2% secara bulanan. Hal ini juga memicu kekhawatiran bahwa Federal Reserve (The Fed) dapat menaikkan suku bunga 100 basis poin dalam pertemuan akhir bulan ini.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, ada beberapa instrumen investasi yang bisa jadi pilihan oleh pelaku pasar di tengah tekanan inflasi AS yang tinggi. Beberapa aset safe-haven yang bisa jadi pilihan seperti dolar AS, emas, saham pilihan, hingga obligasi pemerintah.

Pada perdagangan Kamis (14/7), dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya karena data inflasi AS yang tinggi mendorong ekspektasi pengetatan moneter lebih lanjut dari The Fed yang lebih cepat. Penguatan dolar AS juga dipicu oleh tingginya arus permintaan safe-haven di tengah meningkatnya kekhawatiran akan resesi.

Baca Juga: Inflasi Makin Tinggi, Aset Safe Haven Jadi Incaran Pelaku Pasar

Selain dolar AS, Ibrahim menilai, emas juga bisa menjadi aset pilihan di tengah ancaman resesi. Hanya saja, harga emas sekarang ini cenderung tertahan oleh langkah agresif bank sentral dalam mengambil kebijakan moneternya. Kemungkinan The Fed dapat lebih agresif dalam menaikkan suku bunga menjadi katalis negatif untuk pergerakan harga emas.

Meski demikian, ia bilang, hal ini menjadi momentum pelaku pasar untuk dapat masuk dan mengoleksi aset berupa emas. Pasalnya secara jangka panjang, emas memiliki prospek yang menarik dan bisa menjadi opsi untuk investor di tengah kenaikan inflasi AS.

Ia memprediksi, harga emas bisa menembus level US$ 1.900 per troy ons pada November mendatang. Adapun sekarang ini diperkirakan harga emas akan bergerak ke level US$ 1.650 per troy ons lebih dulu.

Selanjutnya, instrumen berupa saham-saham dari beberapa sektor juga menarik untuk dilirik. Misalnya saja dari sektor pertambangan batubara seiring dengan permintaan batubara yang masih tinggi, kemudian sektor perbankan, dan dari sektor transportasi yang mulai membaik.

Menurut Ibrahim, saham-saham dari sektor tersebut memiliki prospek yang menarik ke depannya dan bisa jadi alternatif investasi pelaku pasar.

Kemudian, instrumen berupa obligasi dalam negeri juga bisa menjadi pilihan investasi di tengah kondisi sekarang ini.

"Pelaku pasar bisa mengalokasikan 30% dari 100% dana yang ada untuk investasi," ungkapnya pada Kontan, Kamis (14/7).

Ibrahim juga menyarankan agar pelaku pasar tetap melakukan diversifikasi dalam investasi, misalnya 30% pada Dolar AS, 30% obligasi, dan sisanya bisa masuk ke emas dan saham.

Secara terpisah, Financial Planner Finansia Consulting Eko Endarto menuturkan, pelaku pasar akan mencari aset safe-haven, dimana emas biasanya digunakan sebagai sarana investasi selain cash dalam hal ini deposito atau reksadana pasar uang.

"Pegang cash saja dulu sementara atau ambil kesempatan dengan mulai masuk ke emas," ujarnya.

Baca Juga: Harga Emas Turun Dalam, Emas Batangan Masih Menarik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×