Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas emiten dengan kapitalisasi pasar besar alias big caps mencatatkan penurunan kinerja pada tahun lalu. Dari 24 emiten indeks LQ45 yang sudah merilis laporan keuangan tahun 2020, pendapatan 18 emiten menurun antara 1,4%-32% year on year (yoy) dan 16 emiten mencatatkan penurunan laba bersih berkisar 1,5%-84% yoy.
Secara rinci, emiten yang mencatatkan penurunan pendapatan sekaligus laba bersih adalah PT Astra International Tbk (ASII), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS). Ada juga PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Japfa Tbk (JPFA), PT PP Tbk (PTPP), PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk (INTP), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Sementara itu, emiten yang mencatatkan penurunan pendapatan tapi laba bersihnya masih naik adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Selanjutnya, emiten yang mencatatkan kenaikan pendapatan, tetapi laba bersihnya menurun adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Kemudian, emiten yang pendapatan dan laba bersihnya sama-sama naik adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA).
Baca Juga: Prospek Saham Sektor Manufaktur Masih Bagus Ditopang Stimulus
Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan, kinerja emiten-emiten tersebut ada yang berada di atas, di bawah, dan sejalan dengan ekspektasinya. Sebagai contoh, ia memproyeksikan laba bersih BBRI turun di kisaran 30% yoy, tetapi realisasinya penurunannya justru 45%. Di sisi lain, kinerja INDF dan ICBP lebih baik dari proyeksinya, sementara kinerja UNVR inline dengan estimasinya.
Seiring dengan penurunan kinerja pada mayoritas emiten tersebut, Wisnu memproyeksi harga saham-sahamnya akan cukup tertekan dalam jangka pendek. Terlebih lagi, banyak sentimen negatif yang mewarnai pasar saham belakangan ini.
Mulai dari yield obligasi pemerintah Amerika Serikar (AS) tenor 10 tahun yang naik cukup tinggi, kurs Rupiah yang sempat melemah, serta nilai tukar Lira Turki terhadap dollar AS yang merosot karena kebijakan presiden Turki yang mengganti gubernur bank sentralnya.
"Di saat yang sama, Eropa memasuki gelombang tiga pandemi Covid-19. Hal ini memperlihatkan Eropa belum bisa mengendalikan virus Covid-19 dengan baik sehingga ada kemungkinan lockdown kembali," tutur Wisnu saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (24/3).
Meskipun melihat prospek yang kurang cerah dalam jangka pendek, Wisnu memprediksi, pasar saham Indonesia akan melaju kencang pada semester 2-2021. "Pasalnya, belanja pemerintah terutama di infrastruktur dan belanja modal emiten akan lebih banyak dikeluarkan pada paruh kedua," kata Wisnu.
Sejalan dengan potensi belanja infrastruktur yang lebih tinggi pada semester 2 serta menggeliatnya kembali sektor properti, ia melihat prospek yang baik pada saham produsen semen SMGR. Ia memasang target harga untuk SMGR di level Rp 13.200, sementara harga per Rabu (24/3) berada di posisi Rp 11.525 per saham.
Wisnu juga melihat prospek yang menarik pada INDF, ICBP, dan UNVR seiring dengan momen puasa dan Lebaran yang berpeluang meningkatkan permintaan barang konsumsi. Ia memasang target harga untuk INDF di Rp 7.500, ICBP Rp 10.000, dan UNVR Rp 7.600 per saham. Per Rabu (24/3), harga INDF berada di level Rp 6.725, ICBP Rp 9.250, dan UNVR Rp 6.575 per saham.
Selanjutnya: Benahi Bursa Saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News