Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) telah mendapatkan lampu hijau untuk rights issue. Tahun depan, emiten konstruksi plat merah juga dijadwalkan akan kembali menerima PMN.
Analis Samuel Sekuritas Kristo Saragih menilai dana segar yang akan didapatkan oleh WSKT sebesar Rp 11,9 triliun dari rights issue, dengan asumsi rights issue terserap seluruhnya.
Dana tersebut akan digunakan untuk penyelesaian konstruksi jalan tol di ruas Kayuagung-Palembang-Betung tahap II, Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, Cimanggis-Cibitung, Ciawi-Sukabumi, Krian-Legundi-Bunder-Manyar, Pasuruan-Probolinggo, Pejagan-Pemalang dan modal kerja di proyek lainnya.
WSKT juga dijadwalkan untuk menerima PMN ke dua di semester II 2022 sebesar Rp 3 triliun dan atas PMN tersebut, WSKT akan kembali melakukan rights issue.
Baca Juga: Melongok Prospek Saham-Saham yang Meroket Tahun Ini
"Kami memproyeksikan dampak positif setelah dilakukannya rights issue seperti pertumbuhan kontrak baru dan tingkat burn rate yang lebih tinggi yang berasal dari proyek-proyek yang menjadi tujuan penggunaan dana rights issue," tulisnya dalam riset, Selasa (21/12).
Lanjutnya, selain itu manajemen memiliki pandangan konservatif dengan memperkirakan WSKT masih mencatatkan rugi bersih di 2021, mencapai break even di 2022 dan mencatatkan laba di tahun 2023.
Kristo memaparkan, Waskita Karya juga memproyeksikan dapat melakukan 5 divestasi jalan tol di 2022 dan mendapatkan dana segar sekitar Rp 10 triliun – Rp 12 triliun.
Tidak disebutkan ruas mana yang akan masuk dalam proyeksi tersebut, namun demikian, nilai utang WSKT akan turun sebesar Rp 10 triliun akibat dekonsolidasi utang. Selain itu, diperkirakan WSKT dapat membukukan laba atas penjualan aset sebesar Rp 2 triliun atas transaksi tersebut.
Baca Juga: Bukalapak (BUKA) Ubah Penggunaan Dana IPO, Begini Rekomendasi Saham dari Analis
Oleh sebab itu, Samuel Sekuritas mempertahankan rekomendasi buy atas WSKT dengan target harga Rp 1.220.
"Downside risks antara lain perolehan kontrak baru dan tingkat burn rate yang lebih rendah dari proyeksi, serta porsi publik dalam rights issue yang tidak terserap maksimal," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News