kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Mata uang Asia loyo akibat sentimen China & Eropa


Senin, 23 Juli 2012 / 11:13 WIB
Mata uang Asia loyo akibat sentimen China & Eropa
ILUSTRASI. Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.


Reporter: Barratut Taqiyyah, Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KUALA LUMPUR. Mayoritas mata uang Asia mencatatkan pelemahan pada transaksi hari ini (23/7). Hal itu dapat dilihat dari Bloomberg-JPMorgan Asia Dollar Index yang mencatatkan penurunan terbesar dalam sepekan terakhir. Sebaliknya, Asia Dollar Index turun 0,3% menjadi 114,69.

Pada pukul 11.44 waktu Seoul, won Korea Selatan melemah 0,5% menjadi 1.147,20 per dollar AS. Sementara, ringgit Malaysia melemah 0,6% menjadi 3,1714 per dollar. Sedangkan baht Thailand melemah 0,4% menjadi 31,77 serta rupiah Indonesia melemah 0,5% menjadi 9.494.

Pelemahan mata uang Asia terkait dengan kecemasan investor mengenai perlambatan ekonomi global. Seperti yang diberitakan sebelumnya, penasehat Bank Sentral China Song Guoqing memprediksi, tingkat pertumbuhan China akan melambat menjadi 7,4% pada kuartal III ini.

Selain itu, Song yang juga anggota akademisi komite kebijakan moneter People's Bank of China, juga mengingatkan penurunan harga produksi ditambah dengan tingkat inflasi konsumen yang tinggi akan memukul return perusahaan-perusahaan industri. Ujung-ujungnya, industri di China malas berekspansi.

Di sisi lain, Wakil Kanselir Jerman Phillipp Roeler sangat skeptis bahwa pimpinan Eropa mampu menyelamatkan Yunani.

Dua faktor tadi memangkas tingkat permintaan investor terhadap aset-aset emerging market. "Sentimen risiko sangat lemah pada hari ini dan sebagian besar dipengaruhi oleh faktor eksternal. Sebagian besar negara-negara Asia bergantung pada ekspor. Itu sebabnya mata uang Asia ikut tertekan," urai Tohru Nishihama, ekonom Dai-ichi Life Research Institute Inc di Tokyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×