Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kenaikan tarif cukai rokok menjadi berkah sekaligus tantangan bagi emiten rokok tahun ini. Memang, kenaikan tarif cukai tidak setinggi tahun lalu. Tapi, dampaknya atas volume penjualan industri rokok masih ada.
Volume penjualan industri rokok pada kuartal pertama tahun ini turun 5,6% dibanding periode yang sama tahun lalu (yoy). Bahkan, volume penjualan ini melorot 11,8% ketimbang kuartal IV 2016 menjadi 71 miliar batang rokok.
Penyumbang utama penjualan rokok di kuartal I 2017 anjlok adalah sigaret kretek tangan (SKT) yang merosot sebesar 8,5% yoy. Penjualan segmen sigaret kretek mesin (SKM) turun 4,2% yoy.
Meski penjualan turun, pendapatan produsen rokok berkat kenaikan tarif cukai rokok. PT Gudang Garam Tbk (GGRM), misalnya. Pendapatan GGRM pada kuartal I 2017 tumbuh 10,9% jadi Rp 19,96 triliun dari periode yang sama di 2016 Rp 17,99 triliun.
Tapi, margin laba kotor GGRM turun tipis menjadi 22,02%, dari sebelumnya 23,71%. Sebab, biaya pokok berupa pita cukai, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak rokok GGRM naik 15,56% jadi Rp 11,51 triliun. Meski begitu, laba bersih GGRM masih tumbuh 11,83% menjadi Rp 1,89 triliun.
Analis NH Korindo Sekuritas Joni Wintarja berpendapat, pergeseran konsumsi dari SKT ke SKM membuat segmen sigaret kretek mesin mendominasi penjualan rokok di Indonesia, sebesar 70%. Dengan fokus ke segmen SKM, mencapai 90%, tentu pergeseran ini sangat menguntungkan GGRM. "Kesadaran GGRM untuk masuk lebih besar ke SKM akan membawa keunggulan dibanding kompetitornya," ungkap Joni dalam riset 22 Mei 2017.
Senada, Akhmad Nurcahyadi, Analis Samuel Sekuritas, menilai, penurunan besar segmen SKT sudah terlihat sejak dua tahun lalu. Ada pergeseran konsumsi ke segmen SKM. "GGRM menjadi salah satu penerima benefit kontinuitas tren konsumsi rokok dari SKT menjadi SKM," ujar Akhmad dalam riset 4 Mei 2017.
Menurut Adrian Joezer, Analis Mandiri Sekuritas, ada tiga faktor yang mendukung kinerja GGRM: pertumbuhan pendapatan yang kuat, pengelolaan biaya operasional, dan kenaikan bunga bersih 34% yang disebabkan penurunan utang sebesar 24%. "Capex juga turun 56%," katanya.
Kinerja GGRM di kuartal I 2017, Adrian bilang, mengejutkan, mengingat pendapatan kompetitornya, HMSP hanya tumbuh 3%. Melihat pertumbuhan pendapatan yang dua digit di triwulan satau, GGRM bakal membukukan kinerja yang bagus tahun ini.
Joni memproyeksikan, kenaikan tarif cukai rokok yang lebih rendah tahun ini di sektor SKM akan meningkatkan pendapatan GGRM sebesar 10,8%. Angka tersebut lebih tinggi dari pencapaian tahun lalu yang hanya 8,4%.
Sedang laba bersih GGRM tahun ini, Joni memperkirakan, bakal meroket hingga 22% jadi Rp 8,14 triliun dibanding raihan tahun lalu yang cuma tumbuh 3,8%.
Hanya, GGRM akan sulit mengerek lagi pangsa pasar di tanah air yang kini sebesar 20,8%. Untuk mengatasi itu, GGRM menerapkan strategi pemasaran melalui acara outdoor dan branding.
Baik Joni, Akhmad, dan Adrian merekomendasikan beli, dengan target harga masing-masing Rp 85.550 per saham, Rp 77.150 per saham, dan Rp 80.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News