kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Likuiditas pasar mengetat, serapan obligasi korporasi sektor keuangan bisa berkurang


Jumat, 21 September 2018 / 05:30 WIB
Likuiditas pasar mengetat, serapan obligasi korporasi sektor keuangan bisa berkurang


Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan mau tak mau memberi dampak bagi prospek kinerja sektor keuangan, antara lain perusahaan perbankan dan pembiayaan. Risiko perlambatan kinerja sektor keuangan pun turut menyelimuti prospek penerbitan obligasi korporasinya. Padahal, kebutuhan pendanaan perusahaan bank dan pembiayaan kian bertambah, sementara likuditas terus di pasar terus mengetat.

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail, menilai, tren kenaikan suku bunga yang menekan kinerja sektor keuangan masih akan berlangsung hingga tahun depan. "Kelihatannya suku bunga masih akan naik empat kali lagi sampai semester pertama 2019," ujar Mikail, Kamis (20/9).

Sementara, ia menambahkan, tingkat inflasi saat ini masih cukup rendah. Akibatnya, tekanan likuiditas di pasar pun semakin besar. Menurutnya, sepuluh atau lima belas tahun lalu, PDB nominal Indonesia masih sanggup tumbuh di kisaran 12%-15% meski kondisi suku bunga tinggi juga.

Namun, saat ini meski bunga deposito sudah sekitar 7% dan bunga kredit kisaran 11%-12%, PDB nominal hanya tumbuh sekitar 8%-9%. "Tekanan pada likuiditas membuat non performing loan (NPL) naik dan ini menjadi risiko di perbankan maupun multifinance sepanjang tahun 2018 sampai 2019," kata Mikail.

Di saat yang sama, Mikail melihat, kebutuhan pendanaan sektor industri keuangan masih cukup jumbo sehingga penerbitan surat utang pun masih akan marak. Apalagi, tahun depan ia mencatat akan ada sekitar Rp 70 triliun- 78 triliun surat utang yang jatuh tempo. "Mau enggak mau, perusahaan akan menerbitkan lagi obligasi untuk refinancing," pungkasnya.

Kendati risiko meningkat, Mikail menilai keadaan masih lebih positif bagi bank-bank besar milik pemerintah dengan peringkat triple A. Sebaliknya, perusahaan bank dan multifinance dengan bisnis yang tidak begitu besar dan rating hanya single A hingga A- patut lebih waspada terhadap dampak dari sentimen yang ada.

Dari segi permintaan, peningkatan risiko juga bakal meredam penyerapan penerbitan obligasi korporasi ke depan. "Kalau begini, perusahaan bisa jadi memperbanyak peminjaman ke perbankan ketimbang mencari dana lewat pasar modal. Apalagi, dengan pertimbangan cost ot fund yang sudah tinggi juga," tandas Mikail.

Sekadar informasi, tahun ini sektor perbankan dan pembiayaan masih mendominasi penerbitan obligasi korporasi. Hingga 31 Agustus lalu, ada 10 perusahaan yang menerbitkan obligasi korporasi dengan nilai Rp 19,24 triliun. Sementara, penerbitan obligasi sektor pembiayaan mencapai Rp 22,99 triliun yang berasal dari 17 perusahaan.

Adapun, secara keseluruhan, total penerbitan obligasi korporasi yang diperingkat Pefindo sampai akhir Agustus sebesar Rp 57,07 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×