Reporter: Dyah Megasari | Editor: Test Test
JAKARTA. Rencana pemerintah menerbitkan obligasi global dalam mata uang yen Jepang alias samurai bond, mundur lagi. Kabar yang beredar di pasar, pemerintah terpaksa menunda penerbitan surat utang itu terkait dengan pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani pada pekan ini.
Namun, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto membantah kabar tersebut. "Bukan karena Ibu Menteri Keuangan mundur," katanya kepada KONTAN, kemarin. Tapi, penundaan itu telah direncanakan sejak awal dengan pertimbangan aliran modal yang masuk ke Indonesia masih deras.
Sejatinya, jika sesuai dengan rencana awal, samurai bond senilai US$ 1,1 miliar diterbitkan April lalu. Tetapi, pemerintah memutuskan penundaan penerbitan surat utang tersebut hingga semester kedua 2010. Rahmat bilang, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) bertindak sebagai penerbitnya. Tahun lalu, pemerintah menarik pinjaman siaga dari JBIC melalui penerbitan samurai bond senilai ¥ 35 miliar atau US$ 350 juta.
Menurut dia, pemerintah akan lebih berkonsentrasi pada penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam rupiah dan dipasarkan di pasar domestik untuk memenuhi target pendanaan APBN 2010.
Menurut Sukartono, Head of Debt Capital Market BNI Securities, penundaan penerbitan samurai bond tidak akan terlalu berpengaruh pada keuangan pemerintah. "Pengaruhnya, seharusnya pemerintah sudah dapat likuiditas dalam yen pada bulan-bulan ini tapi terpaksa mundur," imbuhnya.
Menurut dia, pemerintah memiliki perhitungan tersendiri dalam penerbitan surat utang. Apalagi, pemerintah juga mendapatkan likuiditas yang cukup besar dari penerbitan SUN.
Per 30 April lalu, porsi kepemilikan asing di SUN mencapai Rp 148,13 triliun. Angka itu naik 1,9% dibandingkan dengan posisi 23 April 2010 sebesar Rp 145,35 triliun.
CDS merangkak naik
Meski asing masih rajin masuk ke pasar SUN, credit default swap (CDS) alias risiko gagal bayar utang Indonesia justru merangkak naik. Dua hari lalu (5/5), angka CDS Indonesia menyentuh 187,11 atau naik 4,78% dari posisi sehari sebelumnya di 178,56. Para analis menilai, kenaikan CDS ini merupakan reaksi pasar terhadap penurunan harga SUN.
Dian Abdul Hakim, Analis Obligasi Kim Eng Securities, memperkirakan kondisi bearish jangka pendek ini akan berlanjut hingga akhir pekan. Pasar SUN perlu waktu beberapa hari memulihkan diri.
"Spekulasi pembelian untuk barang yang terkesan under valued masih tetap terfokus pada SUN bertenor panjang di atas 15 tahun," ujar Dian. Dengan kondisi yield to maturity (YTM) di atas 10%, harga SUN tenor panjang pada YTM tersebut masih layak dibeli.
Sukartono juga memberikan pendapat serupa. Ia bilang, volatilitas SUN jangka panjang cenderung tinggi. Alhasil, lebih disukai para trader karena selisih harga beli maupun jual lumayan lebar. "Kalau mau masuk SUN, lebih baik disesuaikan dengan pendanaan yang dimiliki," ujar Sukartono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News