Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap rupiah. Berdasarkan data Bloomberg, pada Senin (26/9), kurs dolar AS menguat 0,61% menjadi Rp 15.130.
Penguatan nilai tukar dolar AS yang menyebabkan pelemahan kurs rupiah diiringi pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada Senin (26/9), IHSG ditutup turun 0,71% ke level 7.127,50 dan sempat menyentuh level terendah di 7.039,24.
Analis Kanaka Hita Solvera Raditya Krisna Pradana mengatakan, penguatan kurs dolar AS didorong oleh kebijakan bank sentral AS The Fed yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis points (bps) pada pekan lalu. Hal itu pun diikuti oleh Bank Indonesia yang mengerek suku bunga acuan sebesar 50 bps.
"Secara umum, peningkatan suku bunga menyebabkan capital outflow pada pasar saham Indonesia karena mayoritas investor lebih memilih instrumen investasi deposito di kondisi saat ini," kata Raditya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (26/9).
Baca Juga: Kurs Dolar AS Menguat, Simak Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham dari Analis
Dalam jangka waktu menengah hingga panjang, Raditya memperkirakan IHSG masih berpotensi turun. Support kuat IHSG saat ini berada di level 7.128-7.134.
Apabila level tersebut jebol, maka IHSG berpotensi lanjut terkoreksi ke level 7.016-7.021. Raditya mengimbau pelaku pasar untuk mewaspadai target penurunan IHSG dalam jangka menengah hingga panjang ke area 6.600.
Selain penguatan dolar AS, rilis data inflasi Indonesia bulan September 2022 yang akan dirilis pekan depan juga akan menjadi sentimen yang memengaruhi pergerakan IHSG. Apabila inflasi kembali meningkat, maka IHSG berpotensi turun lagi.
Raditya menyampaikan, di tengah penguatan kurs USD, sektor perbankan menjadi sektor yang diuntungkan karena deposito kembali dilirik pada kondisi saat ini untuk menjaga permintaan perbankan. Di tengah inflasi, mayoritas masyarakat juga fokus pada pemenuhan kebutuhan pokoknya sehingga sektor barang konsumen primer juga dapat menjadi andalan.
Baca Juga: IHSG Melorot 0,71% Pada Senin (26/9), Net Sell Asing Mencapai Rp 1,37 Triliun
Di sisi lain, sektor farmasi dan teknologi menjadi sektor yang dirugikan. "Pasalnya, mayoritas bahan baku farmasi masih impor sehingga ada risiko nilai tukar. Sementara sektor teknologi dengan utang besar akan terbebani dengan biaya bunga yang meningkat," ucap Raditya.
Oleh sebab itu, ia menyarankan pelaku pasar untuk mencermati saham perbankan dan barang konsumen primer. Saham-saham pilihannya adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR).
Raditya merekomendasikan buy BBRI dengan target harga Rp 5.000 per saham, buy UNVR dengan target harga Rp 6.500, dan buy MYOR dengan target harga Rp 2.200 per saham. Pada Senin (26/9), BBRI tercatat naik 1,34% ke level Rp 4.540 per saham, UNVR terkoreksi 0,42% ke Rp 4.790, dan MYOR stagnan di Rp 1.800 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News