Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Dibanding harga komoditas logam industri lainnya harga timah terbang tinggi. Pasokan yang mengempis jadi amunisi bagi timah untuk melesat signifikan.
Mengutip Bloomberg, Jumat (1/4) harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange stagnan di level US$ 16.700 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Namun dalam kuartal satu 2016 harga sudah terbang 14,73%.
Pendorong kenaikan harga timah datang dari ketatnya pasokan dari Indonesia dan pemangkasan produksi dari smelter di China. “Saat terjadi pengetatan pasokan, justru terjadi kenaikan permintaan dari sektor elektronik,” tutur Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures.
Ekspor Indonesia Februari 2016 lalu turun 25% dibanding Februari 2015 lalu dan diperkirakan akan terjadi defisit pasokan timah sekitar 13.000 ton sepanjang tahun ini. Imbasnya harga timah melesat ke level tertingginya sejak Maret 2015 lalu pada 7 Maret 2016 di level US$ 17.350 per metrik ton.
Namun bukan berarti harga timah tidak sempat menghujam dasar. Hal tersebut terjadi pada 15 Januari 2016 saat harga berada di level US$ 13.300 per metrik ton atau terendah sejak Agustus 2008 silam. “Karena sempat ada lonjakan pasokan timah dari Myanmar ke China,” kata Andri.
Januari 2016 itu, Myanmar memang menggenjot eksplorasi timahnya yang mencapai 72.436 ton yang kemudian itu mengikis harga. “Berbeda dibanding komoditas lainnya, timah memang trennya bullish. Selama belum ada perubahan kebijakan dari Indonesia,” tutup Andri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News