kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Koreksi IHSG refleksi antisipasi kenaikan suku bunga AS


Jumat, 20 April 2018 / 19:52 WIB
Koreksi IHSG refleksi antisipasi kenaikan suku bunga AS
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat, berimbas pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Rupiah bahkan berada di posisi terlemah sejak 1 Februari 2016 dan menembus kisaran perdagangan yang diperkirakan Bank Indonesia. Kurs tengah BI pada Jumat (20/4) berada pada level Rp 13.804 per dollar AS.

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas mengatakan, tekanan pada indeks hari ini terbilang wajar. Indeks merefleksikan adanya tekanan sebagai antisipasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang direncanakan sebanyak tiga kali pada tahun ini.

“BI menetapkan suku bunga acuan tidak berubah, ini membuat selisih dengan Fed Rate kurang lebih 2,5%,” kata Alfred kepada KONTAN, Jumat (20/4).

Masih ada potensi kenaikan FFR setidaknya dua kali lagi dengan besaran sekitar 50 basis poin (bps). Angka ini dinilai relatif cukup rawan apabila pasar belum terkonfirmasi terhadap angka inflasi Indonesia. Dia menilai, gejolak inflasi Indonesia masih lumayan mengkhawatirkan. “Apalagi harga minyak naik, ini akan banyak berpengaruh. Jadi karena faktor itu, rupiah bergerak ke level itu,” paparnya.

Meski demikian, hingga saat ini, Alfred menyebut, depresiasi rupiah belum membahayakan dan signifikan. Pelemahan masih akan terjadi hingga menjelang pengumuman kenaikan FFR. Apalagi, BI mengerem kenaikan tingkat suku bunga acuan. “Jadi cukup wajar, nilai tukar rupiah terdepresiasi,” ujarnya.

Lanjut Alfred, depresiasi rupiah saat ini seharusnya tidak langsung mempengaruhi pasar modal. Emiten harusnya sudah melakukan hedging.

Prediksi Alfred, IHSG pada akhir tahun bisa mencapai level 7.000 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. “Tidak pengaruh terhadap emiten dengan posisi Rp 13.800 per dollar AS,” imbuhnya.

Menurutnya, sektor farmasi bisa terpengaruh negatif karena bahan baku masih banyak dari impor. Sedangkan emiten yang bisa diuntungkan yakni para eksportir, diantaranya eksportir komoditas batubara, seperti PTBA dan ITMG.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×