Reporter: Namira Daufina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kemerosotan harga batubara masih terus berlanjut. Harga bahkan sudah mengalami penurunan dalam sembilan hari beruntun. Analis menduga, tekanan terbesar datang dari rencana China untuk terus menggenjot produksinya memanfaatkan kenaikan harga yang signifikan beberapa waktu terakhir.
Mengutip Bloomberg, Jumat (18/11) harga batubara kontrak pengiriman Desember 2016 di ICE Futures Exchange terkikis 1,30% di level US$ 86,85 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Sementara dalam sepekan terakhir harga sudah tenggelam 14,22%.
Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures menuturkan beban terbesar sepenuhnya datang dari China. Memang menyikapi penurunan produksi yang tajam dan kenaikan harga yang signifikan beberapa waktu terakhir, pemerintah China mengambil langkah terbaru. Upaya yang dilakukan adalah dengan melonggarkan kebijakan dan aturan pertambangan batubara untuk mendesak produsen meningkatkan produksinya.
Analisis Citigroup Inc, China International Capital Corp., dan China Coal Transport and Distribution Association bahwa hingga Maret 2017 produsen batubara di China berkesempatan untuk terus mendongkrak produksinya. Hal ini dilakukan juga untuk menangkap peluang kenaikan permintaan jelang memasuki musim dingin.
“Indikasinya ada kenaikan permintaan, padahal belum tentu memasuki musim dingin ini permintaan akan beralih ke batubara mengingat rendahnya harga jual gas alam saat ini,” ungkap Wahyu. Kekhawatiran akan kenaikan produksi batubara China juga meningkat setelah National Development and Reform Commission China melonggarkan waktu produksi tambang China menjadi 330 hari per tahun dari sebelumnya sempat dipangkas menjadi 276 hari setahun.
Masih menurut NDRC, produsen yang selama ini hanya memproduksi sekitar 3,7 miliar ton per tahun diperbolehkan untuk memproduksi hingga 4 miliar ton. “Tentu ini menekan harga apalagi di saat yang bersamaan posisi harga masih terus diserang koreksi teknikal dari aksi profit taking pelaku pasar yang ambil untung,” papar Wahyu.
Berkaca pada keadaan ini, Wahyu mengarahkan prediksinya pada potensi koreksi batubara Selasa (22/11). Menurutnya faktor ini masih akan mendominasi selama belum terlihat kenaikan permintaan yang signifikan. Hanya saja jikapun koreksi terus terjadi, level US$ 82 per metrik ton akan menjadi support kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News