Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kontrak kakao di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) kurang bergairah. Sejak diluncurkan akhir 2011, rata-rata jumlah transaksi hanya sekitar 200 lot per hari atau berkisar 3.000 lot-5.000 lot per bulan.
Ricky Ferlianto, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Bisnis BBJ mengatakan, informasi dan sosialisasi yang minim mengenai kontrak ini, membuat kontrak berjangka kakao kurang aktif. Sejauh ini hanya SoeGee Futures yang menawarkan kontrak kakao.
Ke depannya, BBJ akan membidik beberapa pialang lain untuk bergabung seperti Rex Capital Futures, Agrodana Futures, Indosukses Futures, Askap Futures, First State Futures dan Century Investment Futures.
Saat ini, kontrak berjangka kakao diperdagangkan di ICE Futures US dan London International Financial Futures and Option Exchange (LIFFE). Jenis kakao yang diperdagangkan di BBJ adalah jenis SNI No 2323-2008 yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Minimal kontrak sebesar lima ton per transaksi.
Direktur Utama BBJ, Sherman Rana Kreshna mengatakan, sebagai negara produsen kakao nomor tiga terbesar di dunia, Indonesia semestinya memiliki bursa yang aktif memperdagangkan kakao. Ini bertujuan agar harga yang ada tidak merugikan produsen dalam negeri.
Dengan sosialisasi dan penambahan kerjasama dengan pialang, target rata-rata transaksi harian BBJ bisa mencapai 1.000 lot per hari hingga akhir 2013. "Kontrak ini tidak hanya sebagai sarana lindung nilai (hedging) oleh produsen, namun bisa juga untuk investor umum sebagai spekulan," ujar Ricky.
Ricky memprediksi, keuntungan kontrak berjanga kakao ini bisa mencapai 40% per tahun. Saat ini harga sudah cukup terkoreksi, investor bisa membeli di harga rendah. Untuk jangka panjang, Ricky berharap, BBJ bisa diperhitungkan sebagai sumber referensi harga kakao. Dengan begitu, para produsen kakao di dalam negeri tidak lagi dirugikan soal harga.
Renji Betari, analis BBJ menambahkan, transaksi kakao yang sepi saat ini karena harga yang sudah turun cukup dalam. Saat ini, harga kakao mencapai Rp 20.000 per kg, terkoreksi sekitar Rp 5.000 per kg dari pertengahan tahun lalu yang sebesar Rp 25.000 per kg.
Renji menduga, transaksi kakao bakal lebih ramai pada pertengahan tahun ini. Saat musim panas pada periode Juni-Juli, curah hujan rendah. Ini akan membuat produksi kakao berkurang. Imbas stok kakao yang berkurang diharapkan bisa mengangkat harga. Dengan begitu, pesona kontrak kakao bisa lebih menarik di mata investor. "Diharapkan harga pada periode itu bisa menembus ke atas Rp 25.000 per kg," ujar Renji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News