CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Kolaborasi pemerintah dan swasta dalam menavigasi pasar karbon Indonesia


Kamis, 02 Desember 2021 / 16:00 WIB
Kolaborasi pemerintah dan swasta dalam menavigasi pasar karbon Indonesia
ILUSTRASI. Indonesia memanfaatkan pasar karbon untuk memacu investasi di transisi energi.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Hal ini menandakan keseriusan Indonesia dalam penanganan perubahan iklim. 

Dalam Indonesia Carbon Forum yang diselenggarakan oleh ICDX Group, Co-Founder & Executive Director Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), Kuki Soejachmoen mengatakan sejatinya Indonesia memiliki banyak sekali peluang dalam perdagangan karbon.

“Sebelumnya di bawah Protokol Kyoto sudah ada mekanisme perdagangan karbon, tapi dulu posisi Indonesia hanya berperan sebagai penjual. Namun, di bawah Persetujuan Paris semua negara memiliki peluang untuk menjadi penjual dan pembeli. Ini adalah suatu hal yang Indonesia perlu explore,” kata Kuki dalam acara virtual tersebut, Rabu (1/12).

Baca Juga: Airlangga sebut perpanjangan insentif PPnBM mobil 100% pada 2022 sedang dikaji

Dalam kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Kementerian Perdagangan Barry Beagen mengatakan Indonesia punya potensi besar untuk membangun pasar karbon domestik dan global. Menurutnya, Indonesia akan mendapatkan manfaat baik secara ekonomi maupun lingkungan hidup. 

Ia menjelaskan, secara makro jangka panjang, Indonesia memanfaatkan pasar karbon untuk memacu investasi di transisi energi. Secara garis beras, jika potensi alam Indonesia dikembangkan dan dikelola dengan baik, Indonesia dapat dapat menyumbang likuiditas karbon kredit terbesar di dunia dari sektor Forest and Other Land Uses (FOLU). 

“Beberapa studi menyebutkan, jika Indonesia memanfaatkan ini semua, Indonesia dapat mencapai 10-15 miliar returns of investment per tahun,” imbuhnya. 

Baca Juga: Sektor energi dinilai lebih siap lakukan transisi energi dibanding sektor kehutanan

Mendengar hal tersebut, CEO ICDX Lamon Rutten menambahkan, keberadaan pasar karbon di Indonesia dapat membuat perusahaan Indonesia membeli kredit karbon dari produsen Indonesia dengan nilai dan brand Indonesia. Selain itu, perusahaan Indonesia juga perlu memahami bahwa akan ada risiko bagi mereka yang tidak memiliki strategi net zero carbon. 

“ICDX sudah siap untuk memfasilitasi itu semua karena kami sudah memiliki infrastruktur dan ekosistem yang mumpuni untuk pasar karbon Indonesia,” kata Lamon.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan uji coba perdagangan karbon di sub sektor ketenagalistrikan untuk memangkas emisi gas rumah kaca yang dilepaskan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). 

Baca Juga: Pemerintah kaji dukungan fiskal bagi usaha sektor hulu migas

Berdasarkan informasi yang disampaikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM Rida Mulyana disebutkan bahwa sektor energi memiliki target untuk menurunkan 314 juta ton C02 pada tahun 2030 dengan usaha sendiri. Penerapan batas atas atau cap, khususnya di PLTU Batubara yang sudah dilaksanakan uji cobanya pada Maret hingga Agustus lalu dapat meningkatkan pengurangan emisi. 

Dalam uji coba tersebut, Kementerian ESDM membagi batasan atas atau cap ke dalam tiga grup dengan mempertimbangkan teknologi, di mana PLTU dengan kapasitas di atas 400 MW dengan cap 0,918 ton CO2/MWH, PLTU dengan kapasitas 100-400 MW dengan cap 1,013 ton CO2/MWH, dan PLTU Mulut Tambang dengan kapasitas 100-400 MW dengan cap 1,94 ton CO2/MWH.

“Saat ini, dunia internasional sedang menunggu langkah Indonesia terkait transformasi dan upaya jangka pendek serta panjang dalam menghadapi perubahan iklim. Implementasi perdagangan karbon dapat menjadi salah satu instrumen Indonesia untuk merealisasikan komitmennya menuju netral karbon atau net zero emission pada 2060,” tutupnya.

Baca Juga: Indonesia komitmen menurunkan emisi GRK, ini fokus kebijakannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×