Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Seluruh Anggota Bursa (AB) resmi memiliki sistem cadangan (backup system) untuk mengatasi gangguan jaringan yang berpotensi menyebabkan transaksi perdagangan terganggu.
Adapun, prosedur sistem ini dinamakan business continuity plan (BCP). Ito Warsito, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan, BCP dirancang untuk mengantisipasi kegagalan sistem, baik akibat bencana alam maupun kesalahan manusia yang menyebabkan sistem rusak.
"(BCP) menjamin operasional anggota bursa cepat pulih jika terjadi gangguan sistem," ujarnya, Senin (22/12).
Ilustrasinya, jika suatu perusahaan sekuritas mengalami kerusakan pada sistem perdagangan, maka ia hanya perlu mengaktifkan BCP untuk mengamankan transaksi perdagangan yang sedang berlangsung.
Waktu yang diperlukan untuk mengaktifkan kembali perdagangan hanya hitungan jam. Dengan demikian, potensi kerugian investor akibat matinya sistem perdagangan bisa diminimalisir.
Adikin Basirun, Direktur Teknologi Informasi BEI menambahkan, penerapan BCP ini wajib hukumnya bagi AB. Pasalnya, kewajiban sistem tersebut mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Internal Perusahan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha.
Kemudian, implementasi kebjikan itu dituangkan dalam Peraturan BEI Nomor III-A tentang Keanggotaan Bursa. Dalam aturan BEI ini menyebutkan, setiap AB wajib memiliki BCP.
Sebenarnya, penerapan kewajiban ini sudah diberlakukan sejak tiga tahun lalu. Namun, baru tahun ini kewajiban tersebut sudah bisa dipenuhi oleh seluruh AB Maklum, perusahaan efek membutuhkan waktu dan harus merogoh kocek ratusan juta rupiah untuk memenuhi ketentuan tersebut.
Sistem operasi BCP ini mencakup seluruh kegiatan perdagangan. Mulai dari sistem pelaporan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD), transaksi ke Kustodian Sentral Efek Indoensia (KSEI), hingga transaksi ke Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News