kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kini persoalannya adalah likuiditas


Senin, 05 Mei 2014 / 07:32 WIB
Kini persoalannya adalah likuiditas
ILUSTRASI. Manfaat buah tin untuk kesehatan.


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kinerja apik dibukukan emiten sektor perbankan pada kuartal I 2014. Tanpa ingin membatasi kegembiraan, emiten perbankan kini patut waspada dengan ancaman likuiditas. Memang patut diapresiasi saat PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mampu mencetak laba bersih Rp 3,66 triliun di kuartal I 2014, atau tumbuh 26,7% year on year (yoy). Demikian juga kesuksesan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencetak pertumbuhan laba sebesar 17,9% menjadi Rp 5,01 triliun.

Analis Sucorinvest Central Gani Isfhan Helmi mengingatkan, tantangan terbesar sektor perbankan saat ini adalah likuiditas. Di kuartal I-2014, rata-rata emiten perbankan membukukan loan to deposit ratio (LDR) mendekati 90%, di tengah pertumbuhan kredit rata-rata sebesar 19%-20%. Isfhan memperkirakan, pertumbuhan kredit akan melambat di semester kedua, demi menjaga likuiditas.

“Hanya bank dengan LDR di bawah 85% yang masih bisa mempertahankan pertumbuhan kredit, meski likuiditas makin ketat,” terang Isfhan, akhir pekan lalu (2/5).

Analis Standard Chartered Jaj Singh, dalam risetnya tanggal 22 April 2014, menyebutkan, tingginya angka LDR bisa memicu biaya dana alias cost of fund. Hal ini lantaran bank bakal berkompetisi memperoleh dana simpanan pihak ketiga, semisal deposito. Jaj menilai, sektor perbankan akan tertekan jika terjadi pergeseran komposisi dana murah alias current account saving account (CASA) ke produk deposito berjangka yang lebih mahal.

Analis lain memprediksi, tahun ini bank akan cenderung mengerem pertumbuhan kredit. “Bank akan memilih menjaga kualitas kredit dengan menekan angka rasio kredit bermasalah (NPL),” tutur Robby Hafil, analis Trimegah Securities.

Meski begitu, Robby masih tetap menyukai saham-saham perbankan. Dia memprediksi laba emiten perbankan besar tahun ini masih bisa tumbuh antara 14%-16%. Sementara, NPL diperkirakan hanya akan naik ke 2,1% dari tahun 2013 di kisaran 1,8%.

Dalam pandangan Jaj, pulihnya kondisi fundamental perekonomian Indonesia tentu menyumbang sentimen positif. Jika inflasi bisa dikendalikan, lanjut Jaj, besar kemungkinan Bank Indonesia akan menurunkan tingkat bunga sebesar 25 basis poin dari level saat ini. Lantas bila berbicara tentang tahun politik, Isfhan menilai hal tersebut tidak memberi efek siginifkan terhadap likuiditas perbankan. Isfhan bilang, tahun ini inflasi diperkirakan sekitar 7%.

"Jika bisa di bawah 6%, akan bagus efeknya bagi perbankan," ujar dia. Namun, ingat, komponen kenaikan tarif listrik berpotensi besar mengerek angka inflasi.

Mulai 1 Mei 2014, tarif listrik bagi perusahaan yang tercatat di bursa saham serta industri besar yang mengkonsumsi 30.000 kilo volt ampere, secara bertahap akan membayar beban setrum lebih tinggi dari sebelumnya.

Terlepas dari sejumlah tantangan tersebut, Isfhan memprediksi, kredit perbankan tahun ini bisa tumbuh 15%-18%. Sementara, angka NPL diprediksi tetap terjaga di bawah 2%. Untuk dana pihak ketiga, dia memperkirakan, ada kenaikan sekitar 12,5%-15%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×