Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tahun ini bukan tahun yang menggembirakan bagi PT Timah (Persero) Tbk (TINS). Selain harga komoditas dunia yang sedang jatuh, ada peraturan pemerintah yang justru membuat kinerja TINS semakin terhambat.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Kementerian ESDM 24/2012. Peraturan ini sebenarnya sudah berlaku sejak awal Oktober 2012 lalu. Tapi, rumitnya sistem kemitraan yang diatur dalam peraturan ini membuat waktu konsolidasi yang dilakukan menjadi lebih lama.
Secara sederhana, Agung Nugroho, Corporate Secretary TINS menjelaskan, sebelum ada peraturan tersebut kerjasama antara masyarakat, mitra TINS dan TINS itu sendiri dilakukan dengan acuan Harga Bijih Timah (HBT). Tapi, sejak peraturan tersebut diberlakukan, masyarakat dibolehkan bekerjasama ataupun mengerjakan penambangan timah untuk TINS hanya dengan skema 'sewa alat'.
Masyarakat juga bisa menjadi sebagai operator ataupun dapat menyediakan alat tambang sendiri asal sesuai dengan spesifikasi timah yang diinginkan TINS. "Tapi, peraturan ini belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat penambang. Artinya di sini, masyarakat penambang banyak yang berkurang dari sebelumnya," ujarnya kepada KONTAN, (26/8).
Selain itu, lanjut Agung, dari sisi internal TINS sendiri sedang sibuk-sibuknya menata cadangan timah yang dimiliki. Konsolidasi yang wajib dilakukan manajemen pasca Peraturan Kementerian ESDM 24/2012 adalah, TINS harus menentukan lokasi mitra kerja penambang yang sebelum peraturan tersebut diberlakukan, lokasi pertambangannya bisa ditentukan oleh kedua belah pihak.
Kondisi-kondisi yang mengganggu seperti itulah yang membuat ekspor emiten pelat merah ini semakin menyusut. Tentunya, hal ini juga menjadi gangguan produksi timah yang ditargetkan TINS.
Berdasarkan catatan KONTAN, tahun ini TINS menargetkan produksi timah seberat 30.000 ton. Tapi, menurut Agung, tahun ini target produksi yang dipatok seberat 27.000 ton-29.000 ton.
"Kami memang memang tidak memfokuskan tonnase tetapi profit mengingat harga ditentukan oleh pasar LME (London Metal Exchange), maka kenaikan harga tentu saja sangat berpengaruh kepada kinerja perusahaan ditambah dgn adanya koreksi US dollars terhadap Rupiah. Jadi target tahun ini lebih baik dari tahun lalu," jelas Agung.
Sayang, dia enggan mengungkapkan berapa target top line dan bottom line perusahaan hingga akhir tahun nanti. Manajemen juga belum merilis kinerja keuangan semester I 2013 yang paling tidak bisa dijadikan sebagai proyeksi hingga akhir tahun.
"Kami akan rilis akhir bulan ini karena saat ini auditor kami baru sehingga kami memilih opsi limited review," tukas Agung.
Tapi, sebagai sedikit gambaran, pendapatan TINS semester I 2013 sebesar Rp1,53 triliun, turun 29% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 2,17 triliun. Sementara laba bersih TINS sebesar Rp 102,78 miliar, turun 50,5% dibanding periode sebelumnya Rp 207,73 miliar.
Untuk sementara waktu ini, manajemen tetap menjalankan bisnis tambangnya sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan, yang artinya juga memiliki pengaruh atas produksi timah di darat. Dengan kata lain, butuh waktu yang lebih lama untuk membuat produsksi timah di darat menjadi lebih optimal.
"Kami juga akan lebih fokus menambang di off shore mining, soalnya, peraturan menteri ESDM itu lebih mudah diberlakukan untuk tambang off shore," pungkas Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News