Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2021 rupanya bukan jadi periode yang baik bagi kinerja reksadana. Hal ini bisa tercermin dari mininya angka pertumbuhan indeks masing-masing reksadana.
Kinerja reksadana pendapatan tetap yang tercermin dari Infovesta 90 Fixed Income Fund Index hanya catatkan pertumbuhan 3,58%. Lalu disusul oleh reksadana pasar uang yang kinerjanya tercermin dari Infovesta 90 Money Market Fund Index yang naik 3,19%. Berikutnya, ada Infovesta 90 Balanced Fund Index yang mengukur kinerja reksadana campuran tumbuh 2,60%.
Sedangkan reksadana saham yang kinerjanya terlihat dari Infovesta 90 Equity Fund Index justru terkoreksi 2,25% sepanjang tahun 2021.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, kinerja reksadana saham jauh di bawah ekspektasi.
Padahal, pada periode November, kinerjanya sempat berada di zona positif, sayangnya pada Desember terjadi koreksi seiring dengan adanya penyebaran varian omicron serta sentimen tapering.
“Hal ini pada akhirnya menyeret kinerja saham big caps yang pada akhirnya ikut membuat kinerja reksadana saham terseret. Alhasil, kinerjanya pun di bawah ekspektasi,” ungkap Wawan kepada Kontan.co.id, Senin (3/1).
Baca Juga: Mengintip Kinerja Reksadana Sepanjang Tahun 2021
Senada, ia juga menyebut kinerja reksadana pendapatan tetap juga berada di bawah ekspektasi sekalipun menjadi jawara di kelas reksadana.
Ia menyebut, proyeksi awal kinerja reksadana pendapatan tetap adalah sebesar 6%, namun akibat sentimen tapering serta perubahan sikap The Fed, kinerjanya pun hanya mencapai 3,5%.
Wawan mengatakan, hanya reksadana pasar uang yang kinerjanya on track dengan prediksi awal, yakni 3% dalam setahun.
Walaupun kinerja secara tahunan relatif kurang optimal, ia mengaku cukup puas karena setidaknya pada tiga bulan terakhir masing-masing indeks acuan tersebut mengalami perbaikan kinerja yang signifikan. Hal ini jadi modal berharga untuk ekspektasi perbaikan kinerja lebih lanjut pada tahun depan.
“Memasuki pemulihan ekonomi, Indonesia punya banyak modal. Dari sektor kesehatan, penanganan pandemi Covid-19 kita sudah sangat baik. Lalu, harga komoditas yang tinggi juga dorong penerimaan pajak sehingga buat pemerintah punya banyak dana untuk tahun depan,” kata Wawan.
Selain itu, Wawan menambahkan, sentimen seperti tax amnesty dan implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) juga akan jadi sentimen positif. Hanya saja, kenaikan suku bunga AS pada tahun depan akan jadi tantangan karena akan ikut membuat Bank Indonesia turut naikkan suku bunga acuan.
Namun, proyeksi Wawan, BI hanya akan menaikkan bunga acuan sebanyak 50 basis poin dan itupun dilakukan di akhir tahun. Sehingga dinilai tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi tahun depan.
Di luar kinerjanya, ia mengaku gembira dengan perkembangan investor reksadana sepanjang tahun 2021. Pasalnya, animo masyarakat untuk investasi itu tinggi sekali di mana reksadana jadi instrumen investasi yang paling banyak menyerap animo tersebut.
Baca Juga: Nasabah Bank Diprediksi Bisa Dapat Bunga Deposito Lebih Besar Tahun Ini
Hal tersebut tercermin dari kenaikan jumlah investor reksadana yang sudah mencapai 6,5 juta investor per akhir November 2021 menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Padahal, pada akhir 2020, jumlahnya baru mencapai 3,18 juta.
“Tahun depan tren positif pertumbuhan investor ini masih akan berlanjut, apalagi pendorong pertumbuhannya datang dari generasi muda. Secara jangka panjang, ini juga akan bisa mendorong industri reksadana dan pertumbuhan dana kelolaannya,” terang Wawan.
Untuk mengoptimalkan kinerja investasi reksadana pada tahun depan, ia merekomendasikan investor untuk menggunakan komposisi 40-30-30. Porsi obligasi sebesar 40% untuk menjaga kinerja, lalu masing-masing saham dan pasar uang sebesar 30%.
“Tapi, jika pasar saham tengah tumbuh dan kinerjanya apik, investor bisa tambah alokasi untuk reksadana saham jadi 40% untuk optimalkan momentum,” tutup Wawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News